"Apapun keputusan MK bukan kiamat. Tahan amarah. Kepada umat Islam, jangan merasa sedih, jangan kehilangan kepercayaan diri, jangan berputus asa," kata dia saat berorasi di lokasi unjuk rasa, Senin.
Din mengatakan sempat menonton tayangan sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) melalui televisi pagi tadi.
Setelahnya, dia bergegas menuju lokasi unjuk rasa dan menyampaikan orasi menjelang waktu shalat Dzuhur.
Setelahnya, dia bergegas menuju lokasi unjuk rasa dan menyampaikan orasi menjelang waktu shalat Dzuhur.
"Ada hikmahnya saya tidak datang pagi-pagi sehingga bisa menyaksikan (pembacaan putusan) melalui televisi," kata dia.
Usai menyampaikan orasi, Din mengajak para peserta aksi untuk menunaikan shalat berjamaah, dilanjutkan doa bersama.
Sementara itu, massa dari Perguruan Umat Islam Kediri Jaya, Aliansi Perubahan Indonesia Kabupaten Indramayu, Koalisi Rakyat Menggugat Demokrasi, Poros Buruh untuk Perubahan, Koalisi Nasional Penyelamat Demokrasi, Forbes 01, Front DPR, GPKR, Tri Pilar, Poros Buruh dan warga perorangan masih berdatangan sejak sekitar pukul 08.45 WIB hingga siang ini.
Mereka berkumpul di beberapa titik sekitar Gedung Mahkamah Konstitusi yakni dekat kawasan Monumen Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat dan Bundaran Patung Arjuna Wijaya (Patung Kuda), Jakarta Pusat.
Linda asal Bandung salah satunya. Dia bersama rekan-rekannya mengaku ingin sekadar menyuarakan pendapatnya agar MK dapat berlaku adil.
"Menyuarakan keadilan bersama teman-teman lainnya. Ada yang dari Bandung, Rawa Belong," kata dia.
Aksi unjuk rasa serupa di lokasi yang sama telah dilakukan beberapa kali antara lain pada Selasa (16/4), Kamis (18/4) dan Jumat (19/4).
Massa dari berbagai kelompok melalui aksi tersebut menyuarakan seputar harapan antara lain agar MK dapat memutuskan secara adil dan tidak adanya intervensi pada keputusan hakim MK.
Adapun MK dalam pembacaan isi pertimbangan dalam sidang pembacaan putusan untuk perkara PHPU Pilpres 2024 salah satunya menilai dalil Anies-Muhaimin tentang tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mendukung putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden adalah pelanggaran perundang-undangan, tidak cukup kuat.
Selain itu, MK menyatakan tidak ada bukti yang meyakinkan majelis hakim konstitusi terkait dalil permohonan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menyebut adanya dugaan intervensi presiden terhadap perubahan syarat pasangan calon (paslon).