Pontianak (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat (Kalbar) menekankan pentingnya pemahaman yang benar terkait Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) dan satwa liar, yang tidak hanya sebatas perlindungan penuh tetapi juga pemanfaatan secara berkelanjutan untuk keseimbangan ekosistem.
"Konservasi seringkali dipersepsikan masyarakat hanya sebagai upaya perlindungan. Padahal konsep konservasi mencakup tiga aspek utama yakni perlindungan, pemanfaatan, dan pelestarian. Paradigma lama konservasi yang selalu menekankan perlindungan kini bergeser. Prinsipnya, ada yang bisa dimanfaatkan secara lestari, baru kemudian dilakukan perlindungan," kata Perwakilan BKSDA Kalbar Teguh Muslim dalam pemaparan pada kegiatan Media Gathering Kolase Jurnalis Camp 2025 di Pontianak, Senin.
Ia menambahkan konservasi adalah bentuk pengawetan. Misalnya, menjaga ekosistem tetap seimbang sehingga spesies dapat terus dimanfaatkan tanpa mengganggu keberlanjutannya.
Teguh mencontohkan sejumlah jenis tumbuhan dan satwa yang menjadi perhatian konservasi di Kalbar, seperti Ulin, Kantong Semar di Gunung Kelam, Bekantan, Orang utan, hingga Buaya Siam yang habitatnya terbatas.
Sejumlah spesies tersebut memiliki status endemik dan populasinya menurun drastis, sehingga masuk dalam daftar yang dilindungi undang-undang maupun International Union for Conservation of Nature (IUCN).
Baca juga: BKSDA Kalbar lepasliarkan 82 orang utan hasil rehabilitasi
"Endemik itu bisa berarti terbatas di Indonesia, Borneo, atau bahkan satu kawasan tertentu. Misalnya, Kantong Semar di Sintang hanya ada di Gunung Kelam. Sedangkan Buaya Siam masih ditemukan di Kalimantan Timur," tuturnya.
Menurutnya, regulasi konservasi di Indonesia juga terus mengalami perubahan. Jika sebelumnya hanya ada 294 jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi, sejak terbitnya Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 ditetapkan total 919 jenis TSL yang dilindungi di Indonesia, termasuk 137 jenis mamalia, 37 jenis reptil, 26 jenis serangga, 20 jenis ikan, 127 jenis tumbuhan, sembilan jenis Krustasea, Muloska, dan Xiphosura, satu jenis amfibi, serta 562 jenis burung.
"Perubahan regulasi ini dipengaruhi berbagai faktor, termasuk hasil kajian ilmiah hingga aspek politis. Misalnya, ada jenis Kayu Kulin (Ulin) dan Kempas yang populasinya menurun, tetapi kemudian justru dikeluarkan dari daftar dilindungi," katanya.
Selain itu, BKSDA Kalbar mengelola sejumlah kawasan konservasi, antara lain tujuh taman wisata alam dan enam cagar alam, namun baru Taman Wisata Alam Gunung Kelam di Sintang yang aktif dikelola untuk wisata. Sementara kawasan cagar alam pada prinsipnya hanya diperuntukkan untuk kegiatan penelitian.
Teguh menegaskan konservasi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, melainkan juga memerlukan peran masyarakat, peneliti, hingga media. Jurnalis, katanya, diharapkan tidak hanya mengangkat isu-isu besar seperti orang utan, tetapi juga satwa kecil dan endemik yang berisiko punah.
"Satwa liar itu penjaga bumi. Mereka bagian penting dari rantai ekologi. Tugas kita menjaga keberadaannya agar keseimbangan alam tetap terjaga," katanya.
Baca juga: Kolaborasi lintas generasi kunci konservasi alam
