Pontianak (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) dan PT Hutan Kencana Damai melakukan translokasi sepasang induk dan anak orang utan di Kalbar.
"Langkah ini dilakukan untuk menjamin keselamatan satwa dilindungi tersebut sekaligus mengurangi potensi konflik antara manusia dan orang utan yang kian meningkat akibat degradasi habitat dan alih fungsi lahan," kata Kepala BKSDA Kalimantan Barat Murlan Dameria Pane di Pontianak, Rabu.
Dia menjelaskan dua orang utan tersebut sebelumnya dilaporkan beberapa kali memasuki area perkebunan karet warga Desa Tempurukan, Kecamatan Delta Pawan, Kabupaten Ketapang dan memakan buah-buahan seperti cempedak.
Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BKSDA Kalbar bersama Orangutan Protection Unit (OPU) YIARI segera melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kondisi di lokasi kejadian.
"Hasil pemantauan menunjukkan adanya potensi konflik serius antara manusia dan satwa liar. Oleh karena itu, tim memutuskan untuk melakukan translokasi ke habitat yang lebih aman," katanya.
Proses evakuasi dilakukan pada Sabtu (1/11) sejak pagi hari. Tim gabungan tiba di lokasi sekitar pukul 06.30 WIB. Untuk menghindari risiko cedera, tim YIARI menggunakan senapan bius, dengan dosis yang dihitung secara cermat oleh dokter hewan berdasarkan ukuran dan perkiraan berat badan orang utan.
"Proses pembiusan dilakukan dengan sangat hati-hati oleh petugas berizin resmi. Ini penting untuk memastikan keamanan satwa dan keselamatan petugas di lapangan," kata dia.
Setelah kedua orang utan terbius dan jatuh dengan lembut di jaring yang telah disiapkan, tim medis segera melakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan menunjukkan induk dan anak orang utan dalam kondisi sehat dan siap untuk dipindahkan ke habitat baru.
Usai pemeriksaan, tim gabungan bergerak menuju kawasan Hutan Kencana Damai, hutan terdekat yang masih satu hamparan dengan lokasi penemuan satwa.
Perjalanan menuju lokasi translokasi memakan waktu sekitar tiga jam. Setibanya di lokasi, masyarakat setempat turut membantu membawa kandang berisi orang utan lebih jauh ke dalam kawasan hutan.
Saat dilepaskan, kedua orang utan menunjukkan respons positif, langsung bergerak menjauh dan memanjat pepohonan. Hal itu menandakan kesiapan untuk kembali hidup bebas di alam liar.
Murlan Dameria Pane menegaskan translokasi merupakan bagian dari upaya penyelamatan satwa liar guna meminimalkan interaksi negatif dengan manusia.
"Kondisi ideal yang kita harapkan adalah terciptanya harmoni kehidupan antara manusia dan satwa liar. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan pemahaman serta kerja sama dari semua pihak," katanya.
Ketua Umum YIARI Silverius Oscar Unggul menilai langkah translokasi ini sebagai solusi terbaik bagi keselamatan orang utan sekaligus keamanan masyarakat.
"Ini adalah win-win solution yang menguntungkan semua pihak. Selain menjamin keselamatan orang utan, langkah ini juga mencegah potensi kerugian bagi warga," katanya.
Ia mengatakan hasil pengamatan tim di lapangan menunjukkan bahwa kawasan Desa Tempurukan telah mengalami degradasi dan fragmentasi habitat cukup parah akibat konversi hutan menjadi perkebunan serta perambahan kawasan hutan.
"Translokasi ini menjadi bukti kuat pentingnya sinergi antara pemerintah, lembaga konservasi, sektor swasta, dan masyarakat dalam melindungi orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus), yang merupakan spesies endemik dan dilindungi secara hukum di Indonesia," kata dia.
