Banda Aceh (ANTARA) - Harga es batangan di Kabupaten Aceh Barat Daya melonjak drastis hingga mencapai Rp100 ribu per batang akibat padamnya aliran listrik yang telah berlangsung selama tiga pekan atau pascabencana hidrometeorologi melanda Aceh.
"Kondisi ini menambah beban berat nelayan dan pelaku usaha UMKM di Aceh Barat Daya," kata Sekretaris Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA), Erisman di Aceh Barat Daya, Selasa.
Ia menyebutkan lonjakan harga es batangan untuk nelayan ini terjadi karena pasokan di daerah berkurang, sehingga harus didatangkan dari luar provinsi khususnya dari Sumatera Utara, menyusul lumpuhnya produksi lokal akibat krisis listrik.
“Biasanya harga es hanya Rp30 ribu per batang, kini melonjak lebih dari tiga kali lipat. Ini memberatkan nelayan dan berdampak langsung pada biaya operasional serta harga jual ikan hasil tangkapan,” ujarnya.
Selain nelayan, lanjut dia, pelaku UMKM di Aceh Barat Daya saat ini juga terdampak serius, penyebabnya karena juga terjadi kelangkaan gas LPG subsidi tiga kilogram, sehingga sebagian usaha kecil terpaksa berhenti beroperasi.
Padahal, Aceh Barat Daya bukan daerah yang mengalami bencana, tetapi kondisinya masyarakat ikut terdampak, seperti kelangkaan gas, listrik padam, dan harga es batang untuk kebutuhan nelayan tak terkendali.
"Ini darurat sosial yang harus segera ditangani (oleh pemerintah daerah),” katanya.
Karena itu, dirinya juga meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya segera mengambil langkah konkret, termasuk memfasilitasi ketersediaan es batang untuk nelayan dan LPG supaya harganya tetap terjangkau bagi masyarakat.
“Kalau warga di pedesaan memang bisa beralih ke kayu bakar, tapi bagaimana dengan pelaku usaha dan warga yang bermukim di kota, gas dan es bukan sekadar kebutuhan, tapi penopang ekonomi rakyat,” demikian Erisman.
