Pontianak (ANTARA Kalbar) - Kondisi demografis Kalimantan Barat yang banyak memiliki pekerja perkebunan, baik perkebunan sawit maupun karet, mendorong PT Jaminan Sosial Tenaga kerja (Jamsostek) Cabang Kalbar sedang mengkaji pembiayaan kredit untuk pekerja kebun.
"Peluang untuk pembiayaan kredit pekerja kebun ini bisa besar manfaatnya di provinsi ini. Kalau bisa nantinya diarahkan pada skema kredit investasi, yang akan berguna bagi penambahan pendapatan pekerja di masa mendatang," kata Kepala Jamsostek Cabang Kalbar Lamsir Sianturi di Pontianak, Rabu.
Lamsir mengatakan, kalau sekarang Jamsostek baru memberikan kredit uang muka perumahan sampai Rp50 juta, ternyata skema kredit itu tidak terlalu disambut pekerja perkebunan, karena pada umumnya mereka bekerja jangka pendek dan fasilitas perumahan sudah disediakan perusahaan perkebunan.
Sementara itu, lanjutnya, kalau sebagian kredit uang muka perumahan bisa dialihkan untuk bidang investasi perkebunan, tampaknya akan berpeluang besar. "Untuk kredit investasi ini memang peluangnya besar, tetapi tetap saja perlu edukasi untuk para pekerja kebun itu agar mereka bisa membuka 'mata' untuk kehidupan lebih baik di masa mendatang," katanya.
Menurut dia, skema kredit yang bisa dikembangkan adalah kredit untuk pembiayaan membeli kebun sawit, misalnya 2 hektare, atau yang lebih mudah izinnya lagi untuk membeli kebun karet. Kemudian untuk rentang pinjamannya bisa jadi berlangsung lima atau enam tahun.
"Saya hitung, bisa jadi pada tahun keempat dan seterusnya mereka akan membayar pelunasan kreditnya menggunakan hasil kebunnya. Dan selesai melunasi kredit, kebun menjadi hak miliknya, jadi aset pribadi pekerja itu. Tentunya ini bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, karena ada tambahan baru nafkahnya dari hasil kebun milik sendiri," katanya.
Dengan cara ini, kata Lamsir, sesungguhnya mereka menyiapkan masa depannya secara lebih baik dan menghindari hanya mengandalkan gaji bulanan dan di masa tua kembali tak punya aset produktif.
Ia meyakini, para pekerja kebun ini bisa mencicil pembayaran kredit, karena gaji pekerja ini cukup memadai. Seperti tukang dodos buah sawit, menurutnya, bisa mencapai Rp 2 juta.
"Kalau saja mereka diedukasi untuk bisa menyisisihkan Rp 500 ribu per bulan untuk bayar kreditnya, saya kira bisa. Dan ini kita beritahukan tentang hasil setelah lima tahun mendatang, yang akan baik buat kehidupan mereka. Bisa saja mereka nantinya bisa punya 'double income' (pendapatan ganda), dari bekerja dan dari hasil kebun milik sendiri," katanya.
Lamsir menilai, untuk risiko kredit investasi kebun ini kecil, karena kondisi usaha sawit atau karet ini prospektif besar, sehingga bila ada risiko terburuk pekerja berhenti, akan banyak yang menggantikannya.
Ia mengatakan, wacana kredit investasi ini pernah diusulkan ke Jamsostek Pusat, namun tampaknya Pusat meminta pengkajian lebih dalam lagi, agar manfaatnya lebih optimal dan risiko minimal bagi pekerja kebun penerima kreditnya.
(Z004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012
"Peluang untuk pembiayaan kredit pekerja kebun ini bisa besar manfaatnya di provinsi ini. Kalau bisa nantinya diarahkan pada skema kredit investasi, yang akan berguna bagi penambahan pendapatan pekerja di masa mendatang," kata Kepala Jamsostek Cabang Kalbar Lamsir Sianturi di Pontianak, Rabu.
Lamsir mengatakan, kalau sekarang Jamsostek baru memberikan kredit uang muka perumahan sampai Rp50 juta, ternyata skema kredit itu tidak terlalu disambut pekerja perkebunan, karena pada umumnya mereka bekerja jangka pendek dan fasilitas perumahan sudah disediakan perusahaan perkebunan.
Sementara itu, lanjutnya, kalau sebagian kredit uang muka perumahan bisa dialihkan untuk bidang investasi perkebunan, tampaknya akan berpeluang besar. "Untuk kredit investasi ini memang peluangnya besar, tetapi tetap saja perlu edukasi untuk para pekerja kebun itu agar mereka bisa membuka 'mata' untuk kehidupan lebih baik di masa mendatang," katanya.
Menurut dia, skema kredit yang bisa dikembangkan adalah kredit untuk pembiayaan membeli kebun sawit, misalnya 2 hektare, atau yang lebih mudah izinnya lagi untuk membeli kebun karet. Kemudian untuk rentang pinjamannya bisa jadi berlangsung lima atau enam tahun.
"Saya hitung, bisa jadi pada tahun keempat dan seterusnya mereka akan membayar pelunasan kreditnya menggunakan hasil kebunnya. Dan selesai melunasi kredit, kebun menjadi hak miliknya, jadi aset pribadi pekerja itu. Tentunya ini bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, karena ada tambahan baru nafkahnya dari hasil kebun milik sendiri," katanya.
Dengan cara ini, kata Lamsir, sesungguhnya mereka menyiapkan masa depannya secara lebih baik dan menghindari hanya mengandalkan gaji bulanan dan di masa tua kembali tak punya aset produktif.
Ia meyakini, para pekerja kebun ini bisa mencicil pembayaran kredit, karena gaji pekerja ini cukup memadai. Seperti tukang dodos buah sawit, menurutnya, bisa mencapai Rp 2 juta.
"Kalau saja mereka diedukasi untuk bisa menyisisihkan Rp 500 ribu per bulan untuk bayar kreditnya, saya kira bisa. Dan ini kita beritahukan tentang hasil setelah lima tahun mendatang, yang akan baik buat kehidupan mereka. Bisa saja mereka nantinya bisa punya 'double income' (pendapatan ganda), dari bekerja dan dari hasil kebun milik sendiri," katanya.
Lamsir menilai, untuk risiko kredit investasi kebun ini kecil, karena kondisi usaha sawit atau karet ini prospektif besar, sehingga bila ada risiko terburuk pekerja berhenti, akan banyak yang menggantikannya.
Ia mengatakan, wacana kredit investasi ini pernah diusulkan ke Jamsostek Pusat, namun tampaknya Pusat meminta pengkajian lebih dalam lagi, agar manfaatnya lebih optimal dan risiko minimal bagi pekerja kebun penerima kreditnya.
(Z004)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2012