Pontianak (Antara Kalbar) - Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Kalimantan Barat menjamin pelayanan kepada pasien yang sifatnya darurat di rumah sakit dan tempat rujukan lainnya tidak terganggu oleh aksi solidaritas terkait penahanan rekan mereka dalam kasus tindakan malpraktik.
Menurut Ketua IDI Provinsi Kalbar Berli Hamdani saat dihubungi di Pontianak, Rabu, aksi tidak dilakukan dalam bentuk orasi di tempat umum seperti di daerah lain. "Pelayanan darurat tetap diberikan. Tetapi untuk kasus yang sifatnya bisa ditunda, tidak dilayani. Jadi hanya satu hari saja," kata dia.
Ia melanjutkan, aksi tersebut merupakan tindak lanjut surat edaran dari Pengurus Besar IDI yang penolakan kriminalisasi dokter pada Jumat (22/11). Serta edaran aksi solidaritas dan tafakur nasional pada Senin (25/11). Selain itu, memasang spanduk pernyataan sikap menolak kriminalisasi dokter di setiap cabang IDI Kalbar selama tujuh hari.
Ia menambahkan, seperti itulah aksi IDI Provinsi Kalbar dengan tujuan menolak kriminalisasi dokter. "Kami sebagai dokter mengharapkan kepastian hukum pada saat melaksanakan tugasnya," ujarnya.
Di pusat, aksi dilakukan dengan menggunakan pita hitam di lengan kanan dan pemasangan pin IDI yang bertuliskan "Tolak Kriminalisasi Dokter". Namun di Kalbar, aksi tersebut tidak dilakukan.
Di beberapa cabang, rencananya menggunakan pakaian hitam selama tiga hari namun tetap melakukan pelayanan.
Ia mengakui, kasus yang dialami dr Dewa Ayu Sasiary Prawani di Manado yang hingga kini belum ada kepastian hukumnya secara psikologis mempengaruhi emosional dokter di Kalbar.
Menurut dia, hal itu bisa membuat dokter takut memberikan pelayanan medis pada kasus yang berisiko menimbulkan tuntutan kriminalisasi.
Ia menilai, kasus itu muncul karena aparat hukum kurang memahami bagaimana seharusnya hukum di dalam pelayanan kedokteran ditempatkan. "Selama ini di Indonesia belum ada hukum yang mengatur khusus pelayanan khususnya kedokteran, karena kalau di luar kasus seperti ini tidak dibawa ke ranah pidana, tapi perdata," katanya.
Ia mengimbau agar seluruh dokter di Kalbar untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta melengkapi diri dengan prosedur yang berlaku di bidang pelayanan medis.
Selain itu, setiap ada tindakan darurat yang harus dilakukan dan berisiko, tetap harus mengedepankan informasi kepada keluarga pasien sehingga bisa diketahui apakah pelayanan bisa dilakukan atau tidak.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Andy Jap menambahkan, meski aksi solidaritas wajar dilakukan rekan sejawat, namun pelayanan ke pasien tetap harus diutamakan. "Masyarakat tidak bisa dikorbankan atas kejadian tersebut," kata Andy Jap.
Ia yakin IDI sudah memahami dan tidak akan mengenyampingkan pelayanan meski ada aksi solidaritas.
Andy Jap tidak memungkiri munculnya kasus dr Ayu dapat menjadi pukulan psikologi setiap dokter khususnya yang melakukan tindakan darurat.
Untuk itu, ia mengimbau kepada setiap dokter di Kalbar untuk bekerja secara profesional sesuai standar dan prosedur standar operasional kedokteran.
Jumlah dokter yang tergabung di IDI Provinsi Kalbar sekitar 600 orang.
(T.T011/M009)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013
Menurut Ketua IDI Provinsi Kalbar Berli Hamdani saat dihubungi di Pontianak, Rabu, aksi tidak dilakukan dalam bentuk orasi di tempat umum seperti di daerah lain. "Pelayanan darurat tetap diberikan. Tetapi untuk kasus yang sifatnya bisa ditunda, tidak dilayani. Jadi hanya satu hari saja," kata dia.
Ia melanjutkan, aksi tersebut merupakan tindak lanjut surat edaran dari Pengurus Besar IDI yang penolakan kriminalisasi dokter pada Jumat (22/11). Serta edaran aksi solidaritas dan tafakur nasional pada Senin (25/11). Selain itu, memasang spanduk pernyataan sikap menolak kriminalisasi dokter di setiap cabang IDI Kalbar selama tujuh hari.
Ia menambahkan, seperti itulah aksi IDI Provinsi Kalbar dengan tujuan menolak kriminalisasi dokter. "Kami sebagai dokter mengharapkan kepastian hukum pada saat melaksanakan tugasnya," ujarnya.
Di pusat, aksi dilakukan dengan menggunakan pita hitam di lengan kanan dan pemasangan pin IDI yang bertuliskan "Tolak Kriminalisasi Dokter". Namun di Kalbar, aksi tersebut tidak dilakukan.
Di beberapa cabang, rencananya menggunakan pakaian hitam selama tiga hari namun tetap melakukan pelayanan.
Ia mengakui, kasus yang dialami dr Dewa Ayu Sasiary Prawani di Manado yang hingga kini belum ada kepastian hukumnya secara psikologis mempengaruhi emosional dokter di Kalbar.
Menurut dia, hal itu bisa membuat dokter takut memberikan pelayanan medis pada kasus yang berisiko menimbulkan tuntutan kriminalisasi.
Ia menilai, kasus itu muncul karena aparat hukum kurang memahami bagaimana seharusnya hukum di dalam pelayanan kedokteran ditempatkan. "Selama ini di Indonesia belum ada hukum yang mengatur khusus pelayanan khususnya kedokteran, karena kalau di luar kasus seperti ini tidak dibawa ke ranah pidana, tapi perdata," katanya.
Ia mengimbau agar seluruh dokter di Kalbar untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta melengkapi diri dengan prosedur yang berlaku di bidang pelayanan medis.
Selain itu, setiap ada tindakan darurat yang harus dilakukan dan berisiko, tetap harus mengedepankan informasi kepada keluarga pasien sehingga bisa diketahui apakah pelayanan bisa dilakukan atau tidak.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Andy Jap menambahkan, meski aksi solidaritas wajar dilakukan rekan sejawat, namun pelayanan ke pasien tetap harus diutamakan. "Masyarakat tidak bisa dikorbankan atas kejadian tersebut," kata Andy Jap.
Ia yakin IDI sudah memahami dan tidak akan mengenyampingkan pelayanan meski ada aksi solidaritas.
Andy Jap tidak memungkiri munculnya kasus dr Ayu dapat menjadi pukulan psikologi setiap dokter khususnya yang melakukan tindakan darurat.
Untuk itu, ia mengimbau kepada setiap dokter di Kalbar untuk bekerja secara profesional sesuai standar dan prosedur standar operasional kedokteran.
Jumlah dokter yang tergabung di IDI Provinsi Kalbar sekitar 600 orang.
(T.T011/M009)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2013