Jakarta (Antara Kalbar) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, untuk lebih menegasi dan bukan sekadar mengimbau atau berwacana saja terhadap pengusaha yang tidak membayar Tunjangan Hari Raya kepada pekerjanya.
"Menaker harus tegas, dengan cara memberi sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan izin usaha serta meningkatkan status hukum Permenaker menjadi Perpres yang memuat pasal sanksi perdata denda bagi pengusaha yang tidak membayarkan THR sehingga ada efek jeranya," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Said mengatakan hingga hari ini jutaan buruh kontrak dan outsourcing diputus kontraknya sebelum H-14 sehingga pengusaha tidak perlu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) dan akan diperpanjang kembali sehabis lebaran atau idul fitri.
"Soal hal ini seharusnya THR tetap dibayarkan, karena bahkan ratusan ribu karyawan tetap pun dibayar THR sekadarnya yaitu di bawah satu bulan upah," ujarnya.
Said menambahkan dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi ini, seharusnya pemerintah menjadikan 'Lebaran of Labour Economic' ini sebagai upaya meningkatkan konsumsi barang yang dibeli buruh dari Rp80 triliun dana THR (rata- rata upah Rp2,3 juta dikali jumlah 44 juta buruh formal) ditambah sekitar Rp50 triliun uang TKI yang dikirim ke keluarganya.
"Sungguh akan terjadi belanja konsumsi buruh Rp130 triliun ini akan menambah pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dengan melihat kenyataan bahwa ekonomi juga bergerak setiap lebaran karena THR, Said mengatakan Menaker harus cerdas memaknai 'ekonomi THR lebaran'.
"Harus cerdas dan tegas memaknai ini, bukan sekadar berwacana dan pencitraan melalui media saja," katanya.
Selain itu, lanjut Said, KSPI juga membuka posko pengaduan THR di kantor cabangnya yang tersebar di 20 provinsi dan 150 kabupaten atau kota karena kalau buruh mengadu ke posko Disnaker/Kemenaker tidak ada penyelesaian kecuali surat teguran ke pengusaha.
"Masalahnya ini jelas kalau posko THR yang dibuat oleh Kemenaker Mandul," ujarnya.
(R030/R. Chaidir)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Menaker harus tegas, dengan cara memberi sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan izin usaha serta meningkatkan status hukum Permenaker menjadi Perpres yang memuat pasal sanksi perdata denda bagi pengusaha yang tidak membayarkan THR sehingga ada efek jeranya," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.
Said mengatakan hingga hari ini jutaan buruh kontrak dan outsourcing diputus kontraknya sebelum H-14 sehingga pengusaha tidak perlu membayar Tunjangan Hari Raya (THR) dan akan diperpanjang kembali sehabis lebaran atau idul fitri.
"Soal hal ini seharusnya THR tetap dibayarkan, karena bahkan ratusan ribu karyawan tetap pun dibayar THR sekadarnya yaitu di bawah satu bulan upah," ujarnya.
Said menambahkan dalam perlambatan pertumbuhan ekonomi ini, seharusnya pemerintah menjadikan 'Lebaran of Labour Economic' ini sebagai upaya meningkatkan konsumsi barang yang dibeli buruh dari Rp80 triliun dana THR (rata- rata upah Rp2,3 juta dikali jumlah 44 juta buruh formal) ditambah sekitar Rp50 triliun uang TKI yang dikirim ke keluarganya.
"Sungguh akan terjadi belanja konsumsi buruh Rp130 triliun ini akan menambah pertumbuhan ekonomi," katanya.
Dengan melihat kenyataan bahwa ekonomi juga bergerak setiap lebaran karena THR, Said mengatakan Menaker harus cerdas memaknai 'ekonomi THR lebaran'.
"Harus cerdas dan tegas memaknai ini, bukan sekadar berwacana dan pencitraan melalui media saja," katanya.
Selain itu, lanjut Said, KSPI juga membuka posko pengaduan THR di kantor cabangnya yang tersebar di 20 provinsi dan 150 kabupaten atau kota karena kalau buruh mengadu ke posko Disnaker/Kemenaker tidak ada penyelesaian kecuali surat teguran ke pengusaha.
"Masalahnya ini jelas kalau posko THR yang dibuat oleh Kemenaker Mandul," ujarnya.
(R030/R. Chaidir)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015