Jakarta (Antara Kalbar) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai perilaku kekerasan anggota polisi tidak pernah hilang karena mereka selalu berlaku represif dalam menangani aksi buruh.
Menurut siaran pers dari KSPI yang diterima Antara di Jakarta, aparat kepolisian melakukan beberapa tindak kekerasan dan kriminalisasi kepada aktivis buruh saat mengamankan aksi buruh yang menuntut kenaikan upah di beberapa daerah pada November 2014.
Pada Jumat (21/11), polisi memukuli buruh tak bersenjata yang melakukan aksi di kawasan industri MM 2100, Cikarang, Kabupaten Bekasi. Ratusan kendaraan buruh juga rusak akibat kejadian tersebut. Polisi juga merampas beberapa telepon seluler milik buruh yang digunakan untuk merekam kekerasan yang dilakukan polisi.
Kejadian serupa juga terjadi di Batam dan Bintan, Kepulauan Riau. Di Batam, buruh yang melakukan aksi pada Rabu (19/11), juga mengalami hal serupa, yaitu pemukulan oleh polisi dan perusakan kendaraan.
Menurut data yang dihimpun Tim Media KSPI, sedikitnya ada 100 orang di Bekasi, 30 orang di Batam dan 20 orang di Bintan yang mengalami luka serius akibat tindak kekerasan aparat. Ratusan kendaraan buruh juga mengalami kerusakan.
Sebelumnya, buruh melakukan aksi di beberapa daerah untuk menuntut revisi upah minimum yang sudah ditetapkan, disesuaikan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah menaikkan harga premium menjadi Rp8.500 dan solar menjadi Rp7.500.
KSPI menyatakan kenaikan upah minimum yang sudah ditetapkan menjadi sia-sia dengan kenaikan harga BBM. Meskipun upah minimum naik, tetapi kenaikan harga BBM tetap menurunkan daya beli buruh.
Aksi buruh di beberapa daerah diikuti beberapa elemen buruh serta federasi dan konfederasi serikat pekerja seperti KSPI, SPN, FSP Lem KSPSI, FSPMI, Aspek Indonesia, FSP KEP, dan lainnya.
(D018/Yuniardi)