Pontianak (Antara Kalbar) - Bank Indonesia perwakilan wilayah Kalimantan Barat menggelar dialog Diseminasi Kajian Ekspektasi Inflasi di Kota Pontianak dengan menghadirkan peneliti dari Universitas Gajah Mada.
"Kami sengaja melakukan dialog ini sesuai dengan fungsi BI dalam menjaga inflasi di Kalbar. Dalam hal ini, kita mengundang peneliti ekonomi dari UGM, untuk memaparkan hasil penelitian mereka terhadap kebijakan pemerintah yang mengumumkan kenaikan harga BBM yang berpengaruh besar terhadap inflasi," kata Kepala Perwakilan BI Wilayah Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.
"Makanya, diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini bisa memberikan masukan bagi pemerintah daerah dan kami khususnya untuk mengendalikan inflasi jika terjadi kenaikan harga BBM," tuturnya.
Dwi menjelaskan, sebagai bank sentral, BI memegang peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral.
"Seperti yang kita ketahui, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut," katanya.
Ditempat yang sama, peneliti bidang ekonomi sekaligus akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Ridwan Pradiptyo mengatakan, riset yang kami lakukan ini merupakan riset lanjutan yang sudah kami laksanakan sejak tahun 2013 lalu.
"Yang ingin kita dalami dari riset tersebut, kita ingin mengetahui bagaimana dampak dari pengumuman kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah terhadap inflasi. Dari hasil riset yang kami lakukan, pemerintah perlu waspada terhadap pengumuman kenaikan harga BBM yang dilakukan selama ini, karena dampaknya terhadap inflasi sangat tinggi," katanya.
Dari hasil riset yang dilakukan pihaknya itu, inflasi yang tinggi bukan disebabkan oleh kenaikan real dari harga BBM itu, namun lebih kepada perilaku oportunis dari pedagang yang memanfaatkan peluang itu untuk menaikan harga barang.
Pihaknya mendapatkan data di lapangan bahwa setiap kenaikan harga BBM, pada bulan pertama, harga barang-barang terutama kebutuhan pokok meningkat sangat tinggi, kemudian pada bulan kedua harga barang turun 50 persen setelah dinaikkan dan pada bulan ketiga, harganya kembali normal seperti pada saat harga barang sebelum BBM dinaikkan.
"Ini yang perlu dipahami bahwa, jika sistemnya seperti ini terus, maka pemerintah harus menyiapkan kebijakan bagaimana untuk mengendalikan reaksi dari para pedagang," tuturnya.
(KR-RDO/B012)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015
"Kami sengaja melakukan dialog ini sesuai dengan fungsi BI dalam menjaga inflasi di Kalbar. Dalam hal ini, kita mengundang peneliti ekonomi dari UGM, untuk memaparkan hasil penelitian mereka terhadap kebijakan pemerintah yang mengumumkan kenaikan harga BBM yang berpengaruh besar terhadap inflasi," kata Kepala Perwakilan BI Wilayah Kalimantan Barat, Dwi Suslamanto di Pontianak, Jumat.
Dia menjelaskan, kemampuan Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi sangat terbatas apabila terdapat kejutan yang sangat besar seperti ketika terjadi kenaikan harga BBM di tahun 2005 dan 2008 sehingga menyebabkan adanya lonjakan inflasi.
"Makanya, diharapkan dengan adanya hasil penelitian ini bisa memberikan masukan bagi pemerintah daerah dan kami khususnya untuk mengendalikan inflasi jika terjadi kenaikan harga BBM," tuturnya.
Dwi menjelaskan, sebagai bank sentral, BI memegang peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Dengan pertimbangan bahwa laju inflasi juga dipengaruhi oleh faktor yang bersifat kejutan tersebut maka pencapaian sasaran inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi antara pemerintah dan BI melalui kebijakan makroekonomi yang terintegrasi baik dari kebijakan fiskal, moneter maupun sektoral.
"Seperti yang kita ketahui, karakteristik inflasi Indonesia yang cukup rentan terhadap kejutan-kejutan dari sisi penawaran memerlukan kebijakan-kebijakan khusus untuk permasalahan tersebut," katanya.
Ditempat yang sama, peneliti bidang ekonomi sekaligus akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Ridwan Pradiptyo mengatakan, riset yang kami lakukan ini merupakan riset lanjutan yang sudah kami laksanakan sejak tahun 2013 lalu.
"Yang ingin kita dalami dari riset tersebut, kita ingin mengetahui bagaimana dampak dari pengumuman kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah terhadap inflasi. Dari hasil riset yang kami lakukan, pemerintah perlu waspada terhadap pengumuman kenaikan harga BBM yang dilakukan selama ini, karena dampaknya terhadap inflasi sangat tinggi," katanya.
Dari hasil riset yang dilakukan pihaknya itu, inflasi yang tinggi bukan disebabkan oleh kenaikan real dari harga BBM itu, namun lebih kepada perilaku oportunis dari pedagang yang memanfaatkan peluang itu untuk menaikan harga barang.
Pihaknya mendapatkan data di lapangan bahwa setiap kenaikan harga BBM, pada bulan pertama, harga barang-barang terutama kebutuhan pokok meningkat sangat tinggi, kemudian pada bulan kedua harga barang turun 50 persen setelah dinaikkan dan pada bulan ketiga, harganya kembali normal seperti pada saat harga barang sebelum BBM dinaikkan.
"Ini yang perlu dipahami bahwa, jika sistemnya seperti ini terus, maka pemerintah harus menyiapkan kebijakan bagaimana untuk mengendalikan reaksi dari para pedagang," tuturnya.
(KR-RDO/B012)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015