Pontianak  (Antara Kalbar) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pontianak dalam aksi memperingati "Hari Kebebasan Pers", Selasa, mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kematian secara misterius yang dialami sejumlah jurnalis sejak tahun 1996 hingga saat ini.

"Seperti kasus pembunuhan jurnalis Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin pada 1996 yang hingga kini gagal diungkap polisi, dan kegagalan itu lebih diakibatkan tidak adanya kemauan polisi untuk mengungkap dan menangkap pelaku pembunuhan," kata Ketua AJI Kota Pontianak, Heriyanto Sagiya saat menyampaikan orasi di Tugu Digulis, Bundaran Universitas Tanjungpura, di Pontianak, Selasa.

Ia menjelaskan, praktik impunitas dalam kasus Udin menyuburkan praktik kekerasan terhadap jurnalis yang menjalankan profesinya, sehingga menjadi gelombang kekerasan yang tidak pernah putus. Sejak 1996, sedikitnya telah terjadi 12 kasus pembunuhan terhadap jurnalis.

"Dalam catatan AJI, dari 12 kasus pembunuhan terhadap jurnalis itu, terdapat delapan pembunuhan jurnalis yang terbengkalai dan para pelakunya belum diadili," ungkapnya.

Delapan kasus pembunuhan jurnalis yang kasusnya tidak terselesaikan, yakni pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalbar ditemukan tewas 25 Juli 1997), Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999), Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas 17 Juni 2003).

Kemudian Ersa Siregar jurnalis RCTI di Nanggroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003), Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas 29 April 2006), Adriansyah Matra`is Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas 18 Desember 2010).

"Jumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam setiap tahunnya sekitar 30 kasus. Sehingga kebebasan pers di Indonesia semakin mengkhawatirkan," katanya.

AJI Kota Pontianak mengutip World Press Freedom Index 2015 yang dirilis reporter Sans Frontiers (Prancis), kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, berada di posisi merah atau ranking 138 dari 180 negara.

Sepanjang tahun 2015, angka kekerasan terhadap jurnalis meningkat, tercatat 44 kasus kekerasan terhadap jurnalis atau meningkat dibanding tahun 2014 yang mencapai 40 kejadian, dimana pelaku kekerasan sebagian besar adalah polisi, kata Heriyanto.

"Setiap kekerasan adalah pelanggaran hak konstitusional warga negara untuk memperoleh informasi yang sedang diliput atau dipublikasikan jurnalis," katanya.

(U.A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016