Pontianak (Antara Kalbar) - Warga Kampung Bansir, Kecamatan Pontianak Tenggara menggelar makan saprahan sepanjang 100 meter lebih untuk memeriahkan peringatan Hari Jadi Kota Pontianak.
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji di Pontianak, Sabtu, menyambut baik atas inisiatif warga yang menggelar makan saprahan sebagai bentuk pelestarian budaya Kota Pontianak.
Ia meminta tradisi itu terus dipertahankan dan lebih dikenalkan ke semua kalangan, tak terkecuali generasi muda. Salah satu upaya yang sudah dilakukan Pemkot untuk mengenalkan budaya makan saprahan di kalangan muda adalah menggelar lomba makan saprahan tingkat pelajar SMA sederajat.
"Tahun depan makan saprahan juga mulai dilakukan tingkat pelajar SMP. Golongan tua juga hendaknya melestarikan kebiasaan makan saprahan ini," ujarnya.
Menurutnya, saprahan juga identik dengan Muharram yakni bulan Syafar, dengan tradisi robok-robok. Meski serupa, namun makan saprahan lebih tertata dan ada tata tertibnya.
Saprahan, menurut dia, memiliki filosofi sangat dalam dan terkandung nilai-nilai kebaikan, terutama untuk kebersamaan, adab di mana harus ada pemimpin dalam acara makan bersama itu.
"Bagaimana seorang kepala saprah tidak boleh berhenti makan sebelum anggota saprahan lainnya berhenti. Itu menunjukkan bahwa pemimpin itu harus mengayomi," jelasnya.
Bila makan bersama dalam saprahan ini terus dipertahankan dan ditumbuhkembangkan, dirinya yakin karakter masyarakat Kota Pontianak akan lembut dan lebih toleran.
Sutarmidji mengungkapkan, saprahan ini akan dibukukan oleh Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) yang ditulis oleh Safaruddin.
Dalam buku itu, akan mengulas berbagai model makan saprahan sesuai asal muasal daerahnya. Makan saprahan Pontianak, Sambas, Sintang, Ngabang dan sebagainya diulas secara detil dalam buku tersebut.
"Semua makan saprahan antara daerah satu dengan lainnya berbeda-beda. Ini nanti dibukukan supaya orang mengetahui model makan saprahan sesuai asal daerahnya," ujar dia.
Misalnya, model makan saprahan Sambas dengan Pontianak beda. Kalau di Sambas itu ditempatkan dalam satu wadah untuk empat orang, tetapi kalau di Pontianak model memanjang, katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Pontianak Hilfira Hamid mengatakan, makan saprahan yang digelar ini merupakan bagian dari launching Kampung Bansir sebagai Kampung Budaya.
Di Kampung Budaya ini, para wisatawan atau tamu dari luar yang tertarik melihat budaya Melayu di Pontianak seperti makan saprahan, kerajinan-kerajinan khas, bisa berkunjung ke Kampung Bansir.
"Siapapun yang ingin melakukan makan saprahan dan kapanpun waktunya, bisa difasilitasi dan dilayani di Kampung Budaya dengan catatan dua hari sebelumnya sudah melakukan booking dengan menyebut jumlah peserta yang minta disediakan makan bersama secara lesehan ini. Minimal empat orang, akan dilayani makan saprahan di sini," katanya.
Hilfira menyebut, Kampung Budaya ini bisa menjadi aset khususnya bidang budaya. Pihaknya juga melakukan promosi Kampung Budaya ini melalui Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) sebagai destinasi pilihan bagi wisatawan yang ingin menikmati makan saprahan atau melihat kerajinan khas warga setempat.

Pewarta: Andilala

Editor : Teguh Imam Wibowo


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016