Pontianak (Antara Kalbar) - Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Barat Slamet Sutantyo mengatakan realisasi uang tebusan program amnesti pajak per 31 Maret 2017 mencapai Rp690,80 miliar.
"Sementara kalau dilihat secara nasional realisasi uang tebusan amnesti pajak sebesar Rp135 triliun dengan jumlah deklarasi harta Rp4.866 triliun. Perincian dari harta tersebut yakni Rp3.687 triliun deklarasi dalam negeri Rp1.032 triliun deklarasi luar dan Rp147 triliun repatriasi harta," ujarnya di Pontianak, Selasa.
Ia menambahkan dari total Rp690,80 miliar tersebut disumbang oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pontianak Rp513,31 miliar, KPP Pratama Singkawang Rp60,71 miliat, KPP Mempawah 39,17 miliar, KPP Pratama Sintang Rp28,71 miliar, KPP Pratama Sanggau Rp27,21 miliar dan KPP Pratama Ketapang Rp21,70 miliar.
"DJP Kalbar memberikan apiesiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang ikut menyukseskan amnesti pajak dan terus bersinergi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Apresiasi yang tinggi khususnya disampaikan kepada wajib pajak peserta amnesti di lingkungan Kanwil DJP Kalbar dan berharap komitmen selanjutnya untuk menjadi wajip pajak yang baik," kata dia.
Slamet menjelaskan setelah masa pengampunan pajak berakhir, Kanwil DJP Kalbar mengingatkan bahwa wajib pajak yang sudah mengikuti amnesti pajak harus melaporkan reaiisasi pengalihan dan investasi harta.
Sedangkan untuk wajib pajak yang mendeklarasikan harta diwajibkan untuk melaporkan penempatan harta tambahan yang berada di wiiayah Indonesia, katanya.
"Pelaporan harta tersebut dilakukan setiap tahun selama kurun waktu tiga tahun pada tanggai 31 Maret tahun berikutnya terhitung sejak terbitnya surat keterangan bagi wajib pajak yang mendeklarasikan hartanya dan sejak pengalihan harta bagi wajib pajak yang melakukan repatrasi harta," paparnya.
Apabila DJP menemukan data dan atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desembar 2015 dan belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya dan akan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
"Sementara itu, era keterbukaan informasi akan mulai diberlakukan dengan dilaksanakannya Automatic Exchange of Information atau AEOI, dan diikuti dengan revisi UU perbankan mengenai keterbukaan data perpajakan paling lambat tahun 2018. Hal ini menjadikan wajib pajak tidak bisa lagi menyembunyikan asetnya di mana pun dari otoritas pajak," kata dia.
(U.KR-DDI/S027)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Sementara kalau dilihat secara nasional realisasi uang tebusan amnesti pajak sebesar Rp135 triliun dengan jumlah deklarasi harta Rp4.866 triliun. Perincian dari harta tersebut yakni Rp3.687 triliun deklarasi dalam negeri Rp1.032 triliun deklarasi luar dan Rp147 triliun repatriasi harta," ujarnya di Pontianak, Selasa.
Ia menambahkan dari total Rp690,80 miliar tersebut disumbang oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pontianak Rp513,31 miliar, KPP Pratama Singkawang Rp60,71 miliat, KPP Mempawah 39,17 miliar, KPP Pratama Sintang Rp28,71 miliar, KPP Pratama Sanggau Rp27,21 miliar dan KPP Pratama Ketapang Rp21,70 miliar.
"DJP Kalbar memberikan apiesiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang ikut menyukseskan amnesti pajak dan terus bersinergi dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Apresiasi yang tinggi khususnya disampaikan kepada wajib pajak peserta amnesti di lingkungan Kanwil DJP Kalbar dan berharap komitmen selanjutnya untuk menjadi wajip pajak yang baik," kata dia.
Slamet menjelaskan setelah masa pengampunan pajak berakhir, Kanwil DJP Kalbar mengingatkan bahwa wajib pajak yang sudah mengikuti amnesti pajak harus melaporkan reaiisasi pengalihan dan investasi harta.
Sedangkan untuk wajib pajak yang mendeklarasikan harta diwajibkan untuk melaporkan penempatan harta tambahan yang berada di wiiayah Indonesia, katanya.
"Pelaporan harta tersebut dilakukan setiap tahun selama kurun waktu tiga tahun pada tanggai 31 Maret tahun berikutnya terhitung sejak terbitnya surat keterangan bagi wajib pajak yang mendeklarasikan hartanya dan sejak pengalihan harta bagi wajib pajak yang melakukan repatrasi harta," paparnya.
Apabila DJP menemukan data dan atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desembar 2015 dan belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan, harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak pada saat ditemukannya dan akan dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
"Sementara itu, era keterbukaan informasi akan mulai diberlakukan dengan dilaksanakannya Automatic Exchange of Information atau AEOI, dan diikuti dengan revisi UU perbankan mengenai keterbukaan data perpajakan paling lambat tahun 2018. Hal ini menjadikan wajib pajak tidak bisa lagi menyembunyikan asetnya di mana pun dari otoritas pajak," kata dia.
(U.KR-DDI/S027)
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017