Pontianak (Antara Kalbar) - Konsorsium Perempuan dan Keberlanjutan Kehidupan  Kalimantan Barat melakukan pendampingan terhadap petani perempuan di Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu, dalam rangka peningkatan kesejahteraan petani.

"Pendampingan diberikan kepada 500 petani perempuan. Kita melihat selama ini petani perempuan tidak hanya terlibat saat mulai menanam padi namun juga ikut serta dalam pemeliharaan hingga selesai panen," ujar Penanggung Jawab program Konsorsium Perempuan Kalbar, Laili Khairnur di Pontianak, Senin.

Laili menjelaskan meski terlibat banyak dalam proses pemeliharaan tanaman, namun hingga kini porsi peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani perempuan dalam mengelola lahan pertanian dinilai masih minim.

"Sehingga pendampingan terhadap petani perempuan itu perlu dan penting. Kembali keluaran yang kita harapkan dari pendampingan adalah pendapatan dari hasil pertanian mereka meningkat dan kesejahteraan meningkat pula," jelasnya.

Laili menyebutkan bahwa sejak Agustus 2016 lalu, Millennium Challenge Account (MCA) Indonesia berkerja sama dengan Konsorsium Perempuan Kalbar yang terdiri dari Lembaga Gemawan, Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita Borneo (PPSW-Borneo), Yayasan Dian Tama Pontianak, Lembaga Swadaya Masyarakat Simpai Kapuas dan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK) telah berupaya memberikan penguatan kapasitas bagi para petani perempuan melalui program Inisiatif Penguatan Pengembangan Ekonomi Kelompok Perempuan melalui Pemberdayaan dan Pertanian Berkelanjutan.

"Dari 500 anggota petani perempuan yang ada dibagi ke dalam 20 kelompok di 10 desa, yakni 6 desa di 4 kecamatan Kabupaten Kapuas Hulu dan 4 desa di 2 Kecamatan Kabupaten Sintang," papar dia.

Setelah memantau kondisi petani di lapangan, Laili melihat usaha tani padi saat ini, terutama di wilayah program, adalah pada kondisi transisi dari usaha tani yang bersifat subsistem ke arah usaha tani yang bersifat komersial.

"Usaha tani yang bersifat subsistem ditandai dengan penggunaan teknologi yang kurang berkembang dan penggunaan hasil produksi yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usaha tani yang bersifat komersial ditandai dengan teknologi yang berkembang serta berorientasi pasar pada hasil produksinya," katanya.

Laily menambahkan berdasarkan "baseline survey" yang dilakukan KPKP Kalbar, beberapa persoalan yang muncul dilapangan seperti, jika dilihat dari perkembangan perubahan sosialnya, masyarakat terutama petani di wilayah ini, memang sedang berubah. Selain itu hal yang perlu diketahui di bidang pertanian adalah perkembangan yang tidak berimbang antara tingkat penggunaan teknologi dengan pemahamannya terhadap komponen teknologi tersebut.

"Misalnya saja penggunaan herbisida dalam kegiatan produksi usaha tani yaitu dalam persiapan lahan. Data di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan herbisida relatif tinggi terutama untuk kegiatan persiapan lahan. Sehingga penggunaan terhadap bahan ini dalam beberapa tahun terakhir menjadi sangat meningkat," paparnya.

Alasan utama dari penggunaan bahan ini lanjutnya adalah dari kepraktisannya untuk kegiatan persiapan lahan, tetapi tentu harus memperhatikan efek terhadap lingkungan, terutama terhadap keberadaan organisme dalam tanah yang bermanfaat terhadap kesuburan tanah.

Selain itu aspek finansial, biaya yang harus dikeluarkan petani cukup tinggi, sedangkan di sisi lain waktu luang petani menjadi lebih banyak. Belum lagi dalam jangka panjang akan timbul efek-efek terhadap lingkungan. Hal ini bukan berarti tidak baik menggunakan bahan kimia ini, namun pemahaman terhadap persoalan ini bagi petani juga sangat diperlukan. Kasus semacam ini hanya salah satu contoh perkembangan teknologi yang apabila tidak diperhatikan akan berakibat terhadap perubahan sosial yang menjadi kurang berimbang.

Persiapan lahan dilakukan pada umumnya dengan menggunakan cara tradisional, yaitu tebas dan bakar. Bagi petani yang memiliki kemampuan untuk membeli bahan kimia maka petani akan menggunakan bahan kimia (herbisida) untuk kegiatan persiapan lahan. Walaupun penggunaan bahan kimia menunjukkan tingkat penggunaan teknologi pertanian dilihat dari bahan yang digunakan, namun petani pada umumnya belum memahami efek yang ditimbulkan dari bahan kimia ini.

Penggunaan bahan kimia pada umumnya hanya didasarkan pada kemudahan dan kepraktisannya untuk persiapan lahan usahatani. Sehingga walalupun kegiatan ini banyak menyerap biaya namun penggunaan cara ini menjadi sangat tinggi belakangan ini.

Untuk meningkatkan pemahaman petani perempuan dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan, Konsorsium Perempuan untuk Keberlanjutan akan menggelar "media briefing" dengan tema Peran Petani Perempuan Dalam Penerapan Sistem Pertanian Berkelanjutan, pada Selasa (29/8) di Aula Dinas Pertanian Kalimantan Barat.

"Dalam media briefing ini kami mengundang konsultan sekaligus petani yang sukses menerapkan pertanian ramah lingkungan, akademisi dan pihak Kepala Dinas Pertanian Kalbar untuk membahas lebih rinci bagaimana mencari solusi terbaik dalam mengedukasi sekaligus merangkul para petani di Kalbar agar konsisten menerapkan sistem pertanian berkelanjutan," jelas Laili.

(KR-DDI/N005)



Pewarta: Dedi

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017