Pontianak (Antaranews Kalbar) - Sejumlah warga Desa Tiga Berkat, Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat, mengeluhkan kepastian lokasi tambang yang berada di Gunung Serantak mengingat belum adanya sosialisasi sebagai kawasan lindung.
"Selaku kepala desa saya mendapatkan keluhan dari masyarakat yang didatangi oleh Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat atau SPORC beberapa waktu lalu atas aktivitas pertambangan di Lokasi Gunung Serantak. Masyarakat mempertanyakan persoalan itu," ujar Kepala Desa Tiga Berkat, Alan saat dihubungi di Bengkayang, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa warganya belum mendapat sosialisasi dan penjelasan terkait penetapan adanya kawasan hutan lindung di daerah Gunung Serantak.
"Kita meminta kepada Pemda untuk menyikapi kembali atas penetapan kawasan Gunung Serantak sebagai kawasan hutan lindung dan lainnya. Mengingat lebih kurang pada tiga abad lalu masyarakat mengenal dan mengetahui secara turun temurun ada penegasan dan pengakuan rentesan batas antara hutan lindung dan hutan masyarakat," papar dia.
Baca juga: Nasir pertanyakan penolakan investor tambang
Baca juga: Empat pekerja tambang emas tanpa izin ditangkap
Saat ini menurutnya yang menjadi pertanyaan adalah ketika Gunung Serantak ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung mengapa di daerah tersebut ada perusahan di lokasi tersebut.
"Menjadi pertanyaan ada wilayah perusahaan dan kenapa masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas di gunung tersebut. Atas nama perwakilan masyarakat selaku kepala desa maka kami meminta agar menyikapi permasalahan yang terjadi dari kabupaten, provinsi dan pusat," pintanya.
Sementara itu, seorang penambang emas di Gunung Serantak, Yohanes Ria meminta pemerintah dapat membantu masyarakat agar dapat kembali bekerja.
"Kami tidak tahu itu lokasi hutan lindung dan bekerja aman-aman saja selama ini. Namun tiba-tiba ada SPORC dengan senjata lengkap dan melarang masyarakat beraktivitas," papar dia.
Ia berharap kepada DPRD Bengkayang sebagai wakil rakyat menyampaikan aspirasi pihaknya agar dapat beraktivitas kembali dan tidak diganggu.
"Harus ada batasan dimana hutan lindung dan lahan masyarakat harus ada patok atau batas yang jelas karena sebagai lokasi mata pencaharian yang sudah dilakukan secara turun - temurun," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018
"Selaku kepala desa saya mendapatkan keluhan dari masyarakat yang didatangi oleh Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat atau SPORC beberapa waktu lalu atas aktivitas pertambangan di Lokasi Gunung Serantak. Masyarakat mempertanyakan persoalan itu," ujar Kepala Desa Tiga Berkat, Alan saat dihubungi di Bengkayang, Sabtu.
Ia menjelaskan bahwa warganya belum mendapat sosialisasi dan penjelasan terkait penetapan adanya kawasan hutan lindung di daerah Gunung Serantak.
"Kita meminta kepada Pemda untuk menyikapi kembali atas penetapan kawasan Gunung Serantak sebagai kawasan hutan lindung dan lainnya. Mengingat lebih kurang pada tiga abad lalu masyarakat mengenal dan mengetahui secara turun temurun ada penegasan dan pengakuan rentesan batas antara hutan lindung dan hutan masyarakat," papar dia.
Baca juga: Nasir pertanyakan penolakan investor tambang
Baca juga: Empat pekerja tambang emas tanpa izin ditangkap
Saat ini menurutnya yang menjadi pertanyaan adalah ketika Gunung Serantak ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung mengapa di daerah tersebut ada perusahan di lokasi tersebut.
"Menjadi pertanyaan ada wilayah perusahaan dan kenapa masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas di gunung tersebut. Atas nama perwakilan masyarakat selaku kepala desa maka kami meminta agar menyikapi permasalahan yang terjadi dari kabupaten, provinsi dan pusat," pintanya.
Sementara itu, seorang penambang emas di Gunung Serantak, Yohanes Ria meminta pemerintah dapat membantu masyarakat agar dapat kembali bekerja.
"Kami tidak tahu itu lokasi hutan lindung dan bekerja aman-aman saja selama ini. Namun tiba-tiba ada SPORC dengan senjata lengkap dan melarang masyarakat beraktivitas," papar dia.
Ia berharap kepada DPRD Bengkayang sebagai wakil rakyat menyampaikan aspirasi pihaknya agar dapat beraktivitas kembali dan tidak diganggu.
"Harus ada batasan dimana hutan lindung dan lahan masyarakat harus ada patok atau batas yang jelas karena sebagai lokasi mata pencaharian yang sudah dilakukan secara turun - temurun," papar dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018