Masyarakat Sagatani Gelar Ritual "Nyimah Tanah" di Lokasi Longsor
Kamis, 16 Oktober 2014 16:01 WIB
Singkawang (Antara Kalbar) - Ketua Adat beserta tokoh masyarakat Sagatani telah menggelar ritual "Nyimah Tanah" di lokasi penambangan emas tanpa izin (PETI) yang longsor dan menewaskan 18 orang beberapa waktu lalu.
Ritual yang digelar pagi dan siang hari pada Rabu (15/10) itu dilakukan sebanyak dua kali, disaksikan oleh Kepolisian Polres Singkawang, Camat Singkawang Selatan H Elmin, Lurah Sagatani Florentina Faroy, dan warga setempat.
Ritual itu dilakukan agar tidak ada lagi masyarakat (pekerja) yang menjadi korban di lokasi PETI tersebut.
"Ini dilakukan untuk mencuci tanah dari kejadian kemarin agar arwah yang meninggal bisa tenang, karena dijamah dengan adat. Intinya untuk mencuci atau menerbangkan yang sifatnya jahat. Sehingga ritual ini dilakukan di lokasi kejadian," kata Ketua Adat Sagatani Lorensius.
Prosesi ritual di lakukan sebanyak dua kali, pertama penyangahant (pembaca doa), Yohanes Mahadi, membacakan doa secara adat sembari memegang seekor ayam. Kemudian ayam tersebut dipotong dan dibuat setengah matang. Kedua, pemotongan pada hewan babi yang kemudian kembali dibacakan doa oleh penyangahant.
“Ritual pertama untuk membekali mereka yang menjadi korban karena meninggal bukan ajalnya. Kedua, meminta keselamatan di kampung, jangan sampai ada korban lagi,†kata Lorensius.
Menurut dia, prosesi ritual "Nyimah Tanah" ini harus diselesaikan di hari itu juga (Rabu kemarin).
Dikatakan Lorensius, pada dasarnya, yang menjadi korban PETI di lokasi RT 03 RW 01 itu, tidak hanya pada tragedi Sabtu (4/10) kemarin saja. Namun, sebelumnya juga pernah di lokasi yang sama.
“Yang jelas, setiap tahunnya memang ada yang diminta, sama emas yang dicari. Makanya kita melakukan ritual ini agar tidak ada korban lagi,†jelas dia.
Dalam kesempatan itu, Camat Singkawang Selatan H Elmin yang hadir dalam ritual adat itu, menyambut positif kegiatan tersebut. “Ini upaya yang dilakukan salah satu kelompok masyarakat yang mengandung nilai sisi kearifan lokal. Sehingga tetap mengacu pada, di mana bumi dipijak dan langit dijunjung,†kata Elmin.
Menurut dia, musibah bisa saja terjadi, karena ulah tangan manusia. Untuk itu, dia berharap, musibah serupa tidak terulang kembali.
Yang terpenting, kata dia, semua pihak berkomitmen untuk bersama-sama mencegah pertambangan ilegal khususnya di Kota Singkawang dan umumnya di Kalbar.