Singkawang (Antaranews Kalbar) - Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie mengajak seluruh perangkat daerah, instansi vertikal maupun BUMN, BUMD, dan kejaksaan bersama-sama menyatukan persepsi serta berkomitmen untuk menjadikan Singkawang lebih maju, bebas dari praktik korupsi.

"Kita diskusikan bersama, karena beberapa tahun belakangan ini telah terjadi kekhawatiran para kepala daerah dan jajaran pemerintah daerah atas berbagai laporan masyarakat," kata dia di Pontianak, Kamis (19/4).

Terkait dengan laporan dari berbagai masyarakat itulah, kata dia, kemudian disikapi dengan tindakan represif dari aparat penegak hukum, khususnya tindak pidana pemberantasan korupsi, sehingga kondisi tersebut cenderung menurunkan semangat kepala daerah dan aparatur pemerintah di daerah dalam kegiatan-kegiatan pembangunan.

Baca juga: Wali Kota Singkawang tegaskan ASN tidak korupsi

Dia mengungkapkan banyak aparatur di daerah yang menolak menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK), sebagai dampak dari tindakan represif aparat penegak hukum yang akibatnya penyerapan anggaran cenderung rendah.

"Kondisi ini jika dibiarkan tentu akan berdampak pada lambatnya hasil pembangunan yang dinikmati masyarakat serta pertumbuhan ekonomi cenderung lambat," ujarnya.

Menurut dia, dalam penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pelayanan publik yang demikian kompleks, pejabat publik diberikan kebebasan untuk dan atas inisiatif sendiri bertindak secara cepat dan tepat.

"Kebebasan pengambilan kebijakan dalam menyelesaikan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat yang merupakan kewenangan diskreasioner atau kebebasan mengambil keputusan sendiri," ungkapnya.

Baca juga: PN Singkawang Tanda Tangani Piagam Wilayah Bebas Korupsi

Tjhai Cui Mie mengatakan kewenangan yang dimiliki pejabat publik dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak hanya menjalankan undang-undang.

Tetapi, katanya, juga meliputi kewenangan aktif untuk memutuskan secara mandiri dan kewenangan melakukan interprestasi terjadap norma-norma tersamar, karena kewenangan, sehingga ketika terjadi maladministrasi, sebagai akibat pelaksanaan kebijaksanaan diskresional kepala daerah dalam menjalankan tugas-tugas publiknya.

"Pada dasarnya merupakan domain hukum administrasi. Oleh karena itu peradilan administrasi dan tata usaha negara merupakan instrumen untuk menguji ada atau tidaknya penyalahgunaan wewenang," katanya.

Dia mengatakan kebijakan diskresioner itu tetap memperhatikan tiga hal penting, yakni kepentingan umum terlayani, negara tidak dirugikan, dan yang bersangkutan tidak menikmati .

"Semoga kekhawatiran kepala daerah maupun aparatur pemerintah daerah yang merupakan ekses dari tindakan hukum terhadap pejabat publik, tanpa mencermati substansi masalah dan akar penyebabnya," katanya.

Ia mengatakan para pejabat daerah merasa ada kriminalisasi kebijakan yang menjadikan pelanggaran administrasi diproses melalui mekanisme peradilan pidana tidak terjadi.



 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018