Jakarta (Antaranews Kalbar) - Penderita HIV AIDS di Indonesia terancam tidak bisa mendapatkan obat Antiretroviral Fixed Dose Combination jenis Tenofovir, Lamivudin, Efavirens (ARV FDC TLE) untuk terapi pengobatan karena program pengadaan obat tersebut pada tahun 2018 gagal terlaksana.
"Proses pengadaan obat ARV Fixed Dose Combination jenis TLE ini di tahun 2018 dinyatakan gagal. Alokasi dana APBN tidak bisa tersalurkan untuk membeli obat tersebut," kata Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition (IAC) Aditya Wardhana dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis.
Proses penunjukkan langsung dengan dua kali negosiasi harga, gagal karena PT Kimia Farma tidak setuju dengan harga yang ditawarkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan.
Kemudian dilakukan proses lelang terbatas dengan peserta lelang PT Kimia Farma dan PT Indofarma Global Medika namun proses ini juga tidak menghasilkan pemenang sehingga menyebabkan terjadinya kekosongan persediaan obat ARV TLE di berbagai tempat.
Baca juga: Kelompok ini rentan tertular HIV/AIDS
Baca juga: Layanan pemeriksaan HIV-AIDS belum merata di Papua
Baca juga: Pasangan sejenis berpeluang 28 kali terkena HIV
Selanjutnya Kemenkes melakukan pengadaan darurat dengan menggunakan dana bantuan donor Global Fund dan membeli obat ARV TLE langsung di India.
"Obat sudah sampai di Jakarta awal Desember 2018 sejumlah 220 ribu botol dan hanya cukup sampai bulan Maret 2019," katanya.
Setelah stok obat ARV TLE diperkirakan habis pada Maret 2019, proses pengadaan selanjutnya masih belum dapat dipastikan.
Saat ini mayoritas ODHA di Indonesia menggunakan obat ARV TLE sebagai terapi pengobatan. Aditya memperkirakan, ada sekitar 631.635 orang HIV dan AIDS pada tahun 2018.
Meski tidak menyembuhkan, obat ARV TLE ini mampu menekan jumlah virus HIV di dalam tubuh pengidapnya.
"Sehingga ODHA bisa tetap sehat dan berpeluang hidup lebih lama," katanya.
Namun bila ODHA tidak mengkonsumsi obat ini setiap hari secara rutin, maka akan menimbulkan resistensi virus terhadap obat tersebut.
"Kalau tidak diminum setiap hari, risikonya terjadi resistensi terhadap obat," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019