Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, kembali menahan satu tersangka baru kasus dugaan korupsi penerima fasilitas Kredit Pengadaan Barang dan Jasa (KPBJ) fiktif di lingkungan Bank Kalbar, Cabang Kabupaten Bengkayang.
"Tersangka baru yang kami tahan hari ini, merupakan tersangka ke-15, yakni berinisial MK yang merupakan seorang kontraktor atau menjabat sebagai Direktur CV Bung Baratak," kata Asisten Intel Kejati Kalbar, Taliwondo di Pontianak, Jumat malam.
Dia menjelaskan, perusahaan tersebut mengajukan permohonan dan menerima KPBJ di Bank Kalbar Cabang Bengkayang dalam bentuk tiga paket dari 74 paket pekerjaan dengan anggaran sebesar Rp359 juta.
Tersangka MK ditahan berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejati Kalbar nomor 17/O.1/Fd.1/06/2021 tanggal 2 Juni 2021, dan surat perintah penahanan Kepala Kejati Kalbar nomor 24/O.1/Fd.1/08/2021 tanggal 20 Agustus 2021.
"Penahanan tersangka juga berdasarkan hasil pemeriksaan tim penyidik terkait dengan pemberian fasilitas KPBJ oleh Bank Kalbar Cabang Bengkayang tahun anggaran 2018," ungkapnya.
Modus KPBJ fiktif Bank Kalbar Cabang Bengkayang ini sama dengan perkara sebelumnya, yakni berawal adanya 31 perusahaan yang menerima 74 paket pekerjaan KPBJ dari Bank Kalbar Cabang Bengkayang.
Kemudian Masing-masing perusahaan tersebut, termasuk CV Bung Baratak mengajukan kredit dengan jaminan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh Herry Murdiyanto yang mengaku sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Supriyanto (SO) serta Gunarso (GO) sebagai Pengguna Anggaran Kemendes PDTT.
Oleh para tersangka, di dalam SPK tersebut dicantumkan bahwa sumber anggaran proyek berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT) dengan nomor 0689/060-01.2.01/29/2018 TA 2018.
"Dalam kasus ini tersangka MK yang baru ditahan ini bersama-sama dengan terpidana terdahulu dalam mempersiapkan dokumen kontrak atas nama CV Bung Baratak. Tetapi SPK dan dokumen-dokumen lainnya pekerjaan fiktif itu dibuat seolah-olah terjadi proses pengadaan barang, dan jasa melalui penunjukan langsung (PL), padahal proses tersebut tidak pernah dilaksanakan," ungkapnya.
Dalam kasus tersebut sudah melibatkan 15 tersangka, di antaranya Herry Murdiyanto yang telah divonis selama lima tahun enam bulan penjara serta denda Rp100 juta, kemudian mantan Pimpinan Bank Kalbar Cabang Bengkayang, Muhammad Rajali, dan Kasi Kredit pada Bank Kalbar Cabang Bengkayang, Selastio Ageng yang masing-masing didenda sebesar Rp50 juta, dan penjara satu tahun delapan bulan.
Kemudian dalam tahap tuntutan, yakni M Yusuf, Sri Roehani, Putra Perdana, Sukardi, Julfikar Desi Pusrino, Kundel, dan Destaria Wiwit Kusmanto. Sementara yang masih dalam proses penyidikan di antaranya Sus, Taq, AM, Ar, dan AR.
Akibat proyek fiktif tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp8 miliar lebih, dan berhasil diselamatkan Rp5 miliar lebih yang dikembalikan ke negara dari 49 SPK berasal dari 18 perusahaan, sementara sisanya masih belum dikembalikan, termasuk dari tersangka MK.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021
"Tersangka baru yang kami tahan hari ini, merupakan tersangka ke-15, yakni berinisial MK yang merupakan seorang kontraktor atau menjabat sebagai Direktur CV Bung Baratak," kata Asisten Intel Kejati Kalbar, Taliwondo di Pontianak, Jumat malam.
Dia menjelaskan, perusahaan tersebut mengajukan permohonan dan menerima KPBJ di Bank Kalbar Cabang Bengkayang dalam bentuk tiga paket dari 74 paket pekerjaan dengan anggaran sebesar Rp359 juta.
Tersangka MK ditahan berdasarkan surat perintah penyidikan Kepala Kejati Kalbar nomor 17/O.1/Fd.1/06/2021 tanggal 2 Juni 2021, dan surat perintah penahanan Kepala Kejati Kalbar nomor 24/O.1/Fd.1/08/2021 tanggal 20 Agustus 2021.
"Penahanan tersangka juga berdasarkan hasil pemeriksaan tim penyidik terkait dengan pemberian fasilitas KPBJ oleh Bank Kalbar Cabang Bengkayang tahun anggaran 2018," ungkapnya.
Modus KPBJ fiktif Bank Kalbar Cabang Bengkayang ini sama dengan perkara sebelumnya, yakni berawal adanya 31 perusahaan yang menerima 74 paket pekerjaan KPBJ dari Bank Kalbar Cabang Bengkayang.
Kemudian Masing-masing perusahaan tersebut, termasuk CV Bung Baratak mengajukan kredit dengan jaminan berupa Surat Perintah Kerja (SPK) yang ditandatangani oleh Herry Murdiyanto yang mengaku sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Supriyanto (SO) serta Gunarso (GO) sebagai Pengguna Anggaran Kemendes PDTT.
Oleh para tersangka, di dalam SPK tersebut dicantumkan bahwa sumber anggaran proyek berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KPDTT) dengan nomor 0689/060-01.2.01/29/2018 TA 2018.
"Dalam kasus ini tersangka MK yang baru ditahan ini bersama-sama dengan terpidana terdahulu dalam mempersiapkan dokumen kontrak atas nama CV Bung Baratak. Tetapi SPK dan dokumen-dokumen lainnya pekerjaan fiktif itu dibuat seolah-olah terjadi proses pengadaan barang, dan jasa melalui penunjukan langsung (PL), padahal proses tersebut tidak pernah dilaksanakan," ungkapnya.
Dalam kasus tersebut sudah melibatkan 15 tersangka, di antaranya Herry Murdiyanto yang telah divonis selama lima tahun enam bulan penjara serta denda Rp100 juta, kemudian mantan Pimpinan Bank Kalbar Cabang Bengkayang, Muhammad Rajali, dan Kasi Kredit pada Bank Kalbar Cabang Bengkayang, Selastio Ageng yang masing-masing didenda sebesar Rp50 juta, dan penjara satu tahun delapan bulan.
Kemudian dalam tahap tuntutan, yakni M Yusuf, Sri Roehani, Putra Perdana, Sukardi, Julfikar Desi Pusrino, Kundel, dan Destaria Wiwit Kusmanto. Sementara yang masih dalam proses penyidikan di antaranya Sus, Taq, AM, Ar, dan AR.
Akibat proyek fiktif tersebut negara mengalami kerugian sebesar Rp8 miliar lebih, dan berhasil diselamatkan Rp5 miliar lebih yang dikembalikan ke negara dari 49 SPK berasal dari 18 perusahaan, sementara sisanya masih belum dikembalikan, termasuk dari tersangka MK.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2021