Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Kalbar dalam menjalankan amanah baru sebagai Regional Chief Economist (RCE) memperkuat perannya dengan peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah melalui analisis makro fiskal tingkat regional yang keluarannya berupa Laporan Asset Liability Committee (ALCo) regional setiap bulan.
“Laporan tersebut merupakan wujud dari pemantauan dan evaluasi Kemenkeu untuk melihat seberapa efektif pelaksanaan penerimaan dan belanja di daerah dalam menghasilkan output atau outcome, agar dapat menjadi instrumen bagi formulasi kebijakan," ujar Kepala Kanwil DJPb Kalbar, Imik Eko Putro di Pontianak, Rabu.
Selain itu, beberapa tugas lainnya dalam rangka pelaksanaan ALCo ini adalah identifikasi semua potensi risiko yang berdampak pada APBN, penetapan alternatif kebijakan yang efektif dan efisien, dan penetapan langkah koordinatif untuk mendukung pencapaian tugas Komite ALCo Regional.
“Laporan Rilis ALCo setiap bulannya ini juga merupakan wujud pertanggungjawaban penggunaan APBN di lingkup Kalbar yang tidak lepas dari Konferensi Pers yang diselenggarakan Kementerian Keuangan secara nasional,” kata dia.
Menurutnya, sampai dengan 28 Februari 2022, realisasi APBN Regional Kalbar untuk pendapatan mencapai Rp1,666.76 miliar dengan belanja yang disalurkan Rp3.293,20 miliar.
“Sehingga sampai dengan akhir Februari, terdapat defisit di APBN Regional Kalbar sebesar Rp1.626,44 miliar,” kata dia.
Selain laporan realisasi, pada ALCo juga terdapat analisis deviasi realisasi terhadap proyeksi dan potensi shortfall atau surplus pendapatan pajak, Bea Cukai dan PNB. Deviasi realisasi penerimaan atas proyeksi pada sisi Pendapatan sampai dengan 28 Februari 2022 adalah understated sebesar Rp179,55 miliar terdiri dari deviasi pada sisi penerimaan pajak sebesar Rp1.258,93 miliar dan deviasi pada sisi penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp335,92 miliar, sementara pada sisi PNBP/Hibah terdapat overstated Rp33,91 miliar.
“Pada sisi pengeluaran, deviasi sisi Belanja sebesar understated sebesar Rp14,56 miliar, terdiri dari understated Belanja Pegawai sebesar Rp158,16 miliar, dan overstated untuk pos belanja lainnya, yaitu: Belanja Barang Rp30,39 miliar, Belanja Modal Rp72,42 miliar, Belanja Bansos Rp 0,05 miliar, dan TKDD Rp40,74 miliar,” katanya.
Kontribusi TKDD terhadap pendapatan APBD sampai dengan 28 Februari 2022 sebesar Rp2.583,81 miliar atau 99,12 persen dari total pendapatan APBD. Untuk APBD konsolidasi seluruh Kab/Kota dan Provinsi Kalbar pada sisi pendapatan telah tercapai sebesar Rp2.606,76 miliar dengan realisasi Belanja Rp938,71 miliar, Pembiayaan Daerah Rp2,31 miliar dan akumulasi SiLPA Rp1.670,35 miliar.
Pada Februari 2022 adalah terdapat beberapa Pemda yang belum melakukan rekonsiliasi penerimaan pajak pusat atas Belanja Daerah, dimana BAR Penyetoran Pajak Pusat atas Belanja Daerah Semester II Tahun 2021 merupakan syarat penyaluran DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan DBH Pajak Penghasilan (PPh) periode Triwulan I Tahun Anggaran 2022. Batas waktu penyampaian BAR Penyetoran Pajak Pusat atas Belanja Daerah Semester II Tahun 2021 yaitu hari kerja terakhir Februari 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
“Laporan tersebut merupakan wujud dari pemantauan dan evaluasi Kemenkeu untuk melihat seberapa efektif pelaksanaan penerimaan dan belanja di daerah dalam menghasilkan output atau outcome, agar dapat menjadi instrumen bagi formulasi kebijakan," ujar Kepala Kanwil DJPb Kalbar, Imik Eko Putro di Pontianak, Rabu.
Selain itu, beberapa tugas lainnya dalam rangka pelaksanaan ALCo ini adalah identifikasi semua potensi risiko yang berdampak pada APBN, penetapan alternatif kebijakan yang efektif dan efisien, dan penetapan langkah koordinatif untuk mendukung pencapaian tugas Komite ALCo Regional.
“Laporan Rilis ALCo setiap bulannya ini juga merupakan wujud pertanggungjawaban penggunaan APBN di lingkup Kalbar yang tidak lepas dari Konferensi Pers yang diselenggarakan Kementerian Keuangan secara nasional,” kata dia.
Menurutnya, sampai dengan 28 Februari 2022, realisasi APBN Regional Kalbar untuk pendapatan mencapai Rp1,666.76 miliar dengan belanja yang disalurkan Rp3.293,20 miliar.
“Sehingga sampai dengan akhir Februari, terdapat defisit di APBN Regional Kalbar sebesar Rp1.626,44 miliar,” kata dia.
Selain laporan realisasi, pada ALCo juga terdapat analisis deviasi realisasi terhadap proyeksi dan potensi shortfall atau surplus pendapatan pajak, Bea Cukai dan PNB. Deviasi realisasi penerimaan atas proyeksi pada sisi Pendapatan sampai dengan 28 Februari 2022 adalah understated sebesar Rp179,55 miliar terdiri dari deviasi pada sisi penerimaan pajak sebesar Rp1.258,93 miliar dan deviasi pada sisi penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp335,92 miliar, sementara pada sisi PNBP/Hibah terdapat overstated Rp33,91 miliar.
“Pada sisi pengeluaran, deviasi sisi Belanja sebesar understated sebesar Rp14,56 miliar, terdiri dari understated Belanja Pegawai sebesar Rp158,16 miliar, dan overstated untuk pos belanja lainnya, yaitu: Belanja Barang Rp30,39 miliar, Belanja Modal Rp72,42 miliar, Belanja Bansos Rp 0,05 miliar, dan TKDD Rp40,74 miliar,” katanya.
Kontribusi TKDD terhadap pendapatan APBD sampai dengan 28 Februari 2022 sebesar Rp2.583,81 miliar atau 99,12 persen dari total pendapatan APBD. Untuk APBD konsolidasi seluruh Kab/Kota dan Provinsi Kalbar pada sisi pendapatan telah tercapai sebesar Rp2.606,76 miliar dengan realisasi Belanja Rp938,71 miliar, Pembiayaan Daerah Rp2,31 miliar dan akumulasi SiLPA Rp1.670,35 miliar.
Pada Februari 2022 adalah terdapat beberapa Pemda yang belum melakukan rekonsiliasi penerimaan pajak pusat atas Belanja Daerah, dimana BAR Penyetoran Pajak Pusat atas Belanja Daerah Semester II Tahun 2021 merupakan syarat penyaluran DBH Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan DBH Pajak Penghasilan (PPh) periode Triwulan I Tahun Anggaran 2022. Batas waktu penyampaian BAR Penyetoran Pajak Pusat atas Belanja Daerah Semester II Tahun 2021 yaitu hari kerja terakhir Februari 2022.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022