Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) Utama BKKBN, Dwi Listyawardani memyebutkan, dalam upaya membantu pencegahan stunting atau gagal tumbuh (kekerdilan) di Kalimantan Barat, bagi Perguruan Tinggi khususnya para mahasiswanya yang ikut terlibat, saat berada di desa di tengah-tengah masyarakat, mahasiswa itu perlu melakukan identifikasi masalah di desa, hal itu disesuaikan dengan keilmuan yang ia miliki.
“Itu langkah pertama yang harus di lakukan oleh adek-adek mahasiswa saat mereka turun ke desa-desa. Saat di desa itu, mahasiswa harus dapat mengupas apa permasalah dalam pencegahan stunting, dari berbagai sudut pandang. Karena kalau kita membagi itu, factor spesifikanya apa dan factor sensitifnya apa,” kata Dwi Listyawardani di Pontianak, Rabu.
Baca juga: BKKBN gandeng perguruan tinggi di Kalimantan Barat cegah stunting
Baca juga: Dengan anggaran terbatas, BKKBN tetap beristiar turunkan angka stunting
Hadir dalam workshop perumusan isu strategtis pengendalian penduduk yang digelar BKKBN Kalbar di lantai lima Hotel Aston Pontianak, Penyuluh Keluarga Berencana Utama BKKBN itu kepada peserta memberikan materi, “Sinergitas Percepatan Penurunan Stunting Berbasis keluarga melalui Perguruan Tinggi Kepada Pemerintah”.
Menurut Listyawardani, factor spesifik kaitannya itu dengan kecukupan gizi dan kondisi kesehatan, itu yang paling pokok. Sedangkan factor sensitifnya adalah bagaimana mahasiswa itu dapat melihat dari kondisi lingkungan. Dari situ dapat dilihat kondisi jamban keluarga, air bersih, kondisi rumahnya sehat apa tidak, factor kemiskinan, factor prilaku dan banyak lagi lainnya.
“Jadi semuanya harus di lihat polanya seperti apa dan apa penyebabnya. Dan yang paling penting mahasiswa itu sendiri harus benar-benar paham apa itu stunting,” imbuh Listyawardani.
Dari hasil indentifikasi masalah itu ujarnya, diharapkan para mahasiswa itu mulai mengatur langkah selanjutnya, salah salah satunya dengan mengatur strategi dan mengajak instansi terkait untuk terjun membantu mahasiswa itu dalam upaya percepatan penurunan stunting. Mahasiswa harus dapat mengedor dinas atau instasi terkait agar mau melakukan intervensi pembangunan guna mencegah stunting, seperti ketersediaan air bersih, jamban keluarga dan lainnya,” tutup Dwi Listyawardani.
Baca juga: Dari Rp34 triliun, BKKBN dapat anggaran Rp810 miliar untuk tangani stunting
Baca juga: Penyuluh Keluarga Berencana sebagai motor penggerak Bangga Kencana
Baca juga: BKKBN tingkatkan kapasistas BKB dan PKB dalam melaksanakan program
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
“Itu langkah pertama yang harus di lakukan oleh adek-adek mahasiswa saat mereka turun ke desa-desa. Saat di desa itu, mahasiswa harus dapat mengupas apa permasalah dalam pencegahan stunting, dari berbagai sudut pandang. Karena kalau kita membagi itu, factor spesifikanya apa dan factor sensitifnya apa,” kata Dwi Listyawardani di Pontianak, Rabu.
Baca juga: BKKBN gandeng perguruan tinggi di Kalimantan Barat cegah stunting
Baca juga: Dengan anggaran terbatas, BKKBN tetap beristiar turunkan angka stunting
Hadir dalam workshop perumusan isu strategtis pengendalian penduduk yang digelar BKKBN Kalbar di lantai lima Hotel Aston Pontianak, Penyuluh Keluarga Berencana Utama BKKBN itu kepada peserta memberikan materi, “Sinergitas Percepatan Penurunan Stunting Berbasis keluarga melalui Perguruan Tinggi Kepada Pemerintah”.
Menurut Listyawardani, factor spesifik kaitannya itu dengan kecukupan gizi dan kondisi kesehatan, itu yang paling pokok. Sedangkan factor sensitifnya adalah bagaimana mahasiswa itu dapat melihat dari kondisi lingkungan. Dari situ dapat dilihat kondisi jamban keluarga, air bersih, kondisi rumahnya sehat apa tidak, factor kemiskinan, factor prilaku dan banyak lagi lainnya.
“Jadi semuanya harus di lihat polanya seperti apa dan apa penyebabnya. Dan yang paling penting mahasiswa itu sendiri harus benar-benar paham apa itu stunting,” imbuh Listyawardani.
Dari hasil indentifikasi masalah itu ujarnya, diharapkan para mahasiswa itu mulai mengatur langkah selanjutnya, salah salah satunya dengan mengatur strategi dan mengajak instansi terkait untuk terjun membantu mahasiswa itu dalam upaya percepatan penurunan stunting. Mahasiswa harus dapat mengedor dinas atau instasi terkait agar mau melakukan intervensi pembangunan guna mencegah stunting, seperti ketersediaan air bersih, jamban keluarga dan lainnya,” tutup Dwi Listyawardani.
Baca juga: Dari Rp34 triliun, BKKBN dapat anggaran Rp810 miliar untuk tangani stunting
Baca juga: Penyuluh Keluarga Berencana sebagai motor penggerak Bangga Kencana
Baca juga: BKKBN tingkatkan kapasistas BKB dan PKB dalam melaksanakan program
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022