Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Chatarina Muliana mengingatkan jangan menyepelekan kekerasan seksual yang dapat terjadi di manapun, termasuk di lingkungan kerja dan kampus karena akan menimbulkan banyak dampak negatif bagi korban.

"Dampak kekerasan, khususnya kekerasan seksual, tidak bisa kita abaikan begitu saja, karena bagi korban, dengan perasaan terhina, terintimidasi, malu, ketakutan, hingga menyebabkan hilang motivasi kerja," katanya dalam Seminar HUT ke-51 Korpri yang diikuti daring di Jakarta, Senin.

Ia juga mengatakan kekerasan seksual dapat membuat korbannya mengalami gejala-gejala depresi dan membuatnya merasa tidak punya harapan terhadap masa depan.

"Kami juga sedang menangani beberapa kasus, bahkan ada yang tidak mau kuliah lagi. Bayangkan masa depannya bisa putus dan tidak dapat lagi membantu keluarganya," katanya.

Sedangkan bagi lingkungan kerja, kata dia, kasus kekerasan seksual akan menurunkan produktivitas kerja akibat lingkungan kerja yang tidak sehat dan tidak kondusif.

"Ada rasa ketakutan dan citra buruk lembaga, ini menjadi dasar mengapa penting untuk tidak bisa mengabaikan kekerasan seksual dalam lingkungan kerja kita," katanya.

Baca juga: Kekerasan seksual berbasis elektronik naik drastis

Ia mengemukakan berdasarkan Pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, ada 21 bentuk kekerasan seksual mulai dari menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan pribadi.

Kemudian, memberikan hukuman atau sanksi bernuansa seksual, menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuh pada tubuh korban tanpa persetujuan, hingga melakukan perkosaan maupun mencoba melakukan perkosaan.

Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2021 terdapat 19 bentuk kekerasan seksual termasuk pelecehan secara fisik maupun nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, kekerasan seksual berbasis elektronik, perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan dan pornografi anak, pemaksaan pelacuran, hingga kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.

Ketika mengetahui seseorang mengalami kekerasan seksual, kata dia, orang di sekitarnya harus bisa mendengarkan cerita korban secara serius tanpa mengintimidasi, memberikan dukungan, dan melaporkan ke pihak berwenang.

Di lingkungan kementerian dan lembaga, menurutnya, terdapat beberapa upaya untuk menangani kasus kekerasan seksual yakni dengan proses pidana berdasarkan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), KUHP, dan UU Pornografi. Kemudian, bisa juga dengan pemberian sanksi administratif.

"Kami berharap ada kebijakan pimpinan yang mendorong pencegahan kekerasan, membentuk tim respon dengan melibatkan Satuan Tugas (Satgas), membuat SOP mengenai pencegahan dan penanganan, dan tentu saja harus disosialisasikan SOP itu kepada seluruh tim pegawai kita," demikian Chatarina Muliana.

Baca juga: Pemkab Landak bersama Wahana Visi cegah kekerasan seksual pada anak

Baca juga: BEM FKIP-FEB Untan Pontianak edukasi mahasiswa tentang kekerasan seksual
 

Ikatan Mahasiswa Kecamatan Teluk Keramat (Imtek) meminta setiap aparat desa yang ada di Kabupaten Sambas, gencar mensosialisasikan bahaya kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.

"Kami sangat prihatin dengan tingginya kasus-kasus kekerasan maupun pencabulan di Kabupaten Sambas, khususnya di Kecamatan Teluk Keramat," kata Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pengurus Wilayah (PW) Imtek, Rona Safrina di Sambas, Sabtu.

Sehingga, sebagai bentuk keprihatinan pihaknya telah melaksanakan kegiatan dialog interaktif yang bertemakan "Gerakan Bersama Melawan Aksi Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan".

Ia mengatakan hasil dari dialog interaktif bukan hanya sekedar diskusi maupun mendengarkan materi kemudian selesai. Namun setelah dilaksanakannya kegiatan tersebut, pihaknya meminta kepada setiap aparat desa agar lebih menggencarkan sosialisasi anti kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan.  Baca selengkapnya: Imtek harapkan desa sosialisasikan bahaya kekerasan seksual bagi anak dan perempuan


Baca juga: UMP lakukan penelitian kasus kekerasan seksual anak usia 12-17 tahun


Baca juga: Kekerasan seksual digunakan sebagai senjata perang di Tigray
 

Pewarta: Suci Nurhaliza

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022