Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching memaparkan hingga saat ini sebanyak 32.500 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal dan bekerja di Sarawak Malaysia, berstatus ilegal.
"Diperkirakan tahun 2023 ini masih terdapat kurang lebih 65.000 orang WNI/PMI di Sarawak, Malaysia. Dari jumlah itu kurang lebih 50 persen atau 32.500 orang diantaranya berstatus ilegal atau dalam bahasa setempat di sebut Pendatang Asing Tampa Ijin (PATI)," kata Fungsi Perlindungan Konsuler 1 KJRI Kuching, Budimansyah dalam diskusi panel Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Pontianak, Rabu.
Di hadapan Gubernur Kalbar Sutarmidji dan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani beserta peserta diskusi panel, Budimansyah menjelaskan banyaknya pekerja ilegal asal Indonesia itu salah satunya sebabkan panjangnya perbatasan darat yang ada antara Kalbar Indonesia dan Sarawak Malaysia. Hal itu tentu untuk pengawasan pelintasan WNI/PMI sulit untuk di monitor. Dan hingga saat ini Pemerintah Sarawak mengakui ada sebanyak 59 'jalan tikus' dan 14 "jalan gajah".
"Ini yang selalu digunakan pelintas WNI/PMI masuk ke Sarawak," ucap Budimansyah.
Adanya kecenderungan para PMI memilih jalur ilegal masuk, tinggal dan bekerja di Sarawak di sebabkan adanya beberapa kemudahan.
Hal itu seperti masih ada perusahaan di Sarawak Malaysia mau menerima PMI walaupun tidak memiliki dokumen lengkap. PMI tidak mengetahui prosedur yang legal di mana seorang WNI/PMI yang ingin bekerja ke luar negeri termasuk ke Malaysia ini harus memiliki paspor, visa dan ijin kerja.
Kemudian para PMI yang mengambil jalan pintas karena diiming-iming oleh calo PMI dan diajak teman atau saudara yang telah bekerja di Sarawak. Dan para PMI itu tidak betah untuk menunggu mendapatkan visa kerja. Dimana seorang PMI harus menunggu sekitar tiga bulan atau lebih baru bisa mendapatkan visa kerja dari pemerintah Malaysia.
Ini yang membuat para WNI/PMI kita menjadi Ilegal, pada hal banyak resiko harus mereka hadapi, seperti menjadi korban perdagangan orang atau human traffiking, ditangkap pihak berwenang Malaysia dan sebagainya.
Dan berdasarkan klasifikasi status ilegal, para pekerja ilegal itu sebanyak 2 persen karena masuk dan bekerja tanpa dokumen, berdokumen tetapi tidak melalui jalur resmi sebanyak 60 persen, lari dari perusahaan ke perusahaan lain sebanyak 20 persen dan tidak memperpanjang permit sebanyak 18 persen.
Untuk mengatasi hal itu, kata Budimansyah KJRI Kuching telah memberikan bantuan hukum dan sosial kepada para WNI/PMI yang ada di Sarawak Malaysia.
"Untuk membantu dan mempermudah, kami telah melaksanakan outreach atau jemput bola pelayanan KJRI Kuching dengan berkunjung ke perusahaan-perusahaan perkebunan sawit tempat kebanyakan para WNI/PMI kita bekerja. Kepada mereka kami bantu untuk memperpanjang paspor, memberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi WNI yang tidak memiliki paspor," kata Budimansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023
"Diperkirakan tahun 2023 ini masih terdapat kurang lebih 65.000 orang WNI/PMI di Sarawak, Malaysia. Dari jumlah itu kurang lebih 50 persen atau 32.500 orang diantaranya berstatus ilegal atau dalam bahasa setempat di sebut Pendatang Asing Tampa Ijin (PATI)," kata Fungsi Perlindungan Konsuler 1 KJRI Kuching, Budimansyah dalam diskusi panel Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Pontianak, Rabu.
Di hadapan Gubernur Kalbar Sutarmidji dan Kepala BP2MI, Benny Rhamdani beserta peserta diskusi panel, Budimansyah menjelaskan banyaknya pekerja ilegal asal Indonesia itu salah satunya sebabkan panjangnya perbatasan darat yang ada antara Kalbar Indonesia dan Sarawak Malaysia. Hal itu tentu untuk pengawasan pelintasan WNI/PMI sulit untuk di monitor. Dan hingga saat ini Pemerintah Sarawak mengakui ada sebanyak 59 'jalan tikus' dan 14 "jalan gajah".
"Ini yang selalu digunakan pelintas WNI/PMI masuk ke Sarawak," ucap Budimansyah.
Adanya kecenderungan para PMI memilih jalur ilegal masuk, tinggal dan bekerja di Sarawak di sebabkan adanya beberapa kemudahan.
Hal itu seperti masih ada perusahaan di Sarawak Malaysia mau menerima PMI walaupun tidak memiliki dokumen lengkap. PMI tidak mengetahui prosedur yang legal di mana seorang WNI/PMI yang ingin bekerja ke luar negeri termasuk ke Malaysia ini harus memiliki paspor, visa dan ijin kerja.
Kemudian para PMI yang mengambil jalan pintas karena diiming-iming oleh calo PMI dan diajak teman atau saudara yang telah bekerja di Sarawak. Dan para PMI itu tidak betah untuk menunggu mendapatkan visa kerja. Dimana seorang PMI harus menunggu sekitar tiga bulan atau lebih baru bisa mendapatkan visa kerja dari pemerintah Malaysia.
Ini yang membuat para WNI/PMI kita menjadi Ilegal, pada hal banyak resiko harus mereka hadapi, seperti menjadi korban perdagangan orang atau human traffiking, ditangkap pihak berwenang Malaysia dan sebagainya.
Dan berdasarkan klasifikasi status ilegal, para pekerja ilegal itu sebanyak 2 persen karena masuk dan bekerja tanpa dokumen, berdokumen tetapi tidak melalui jalur resmi sebanyak 60 persen, lari dari perusahaan ke perusahaan lain sebanyak 20 persen dan tidak memperpanjang permit sebanyak 18 persen.
Untuk mengatasi hal itu, kata Budimansyah KJRI Kuching telah memberikan bantuan hukum dan sosial kepada para WNI/PMI yang ada di Sarawak Malaysia.
"Untuk membantu dan mempermudah, kami telah melaksanakan outreach atau jemput bola pelayanan KJRI Kuching dengan berkunjung ke perusahaan-perusahaan perkebunan sawit tempat kebanyakan para WNI/PMI kita bekerja. Kepada mereka kami bantu untuk memperpanjang paspor, memberikan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi WNI yang tidak memiliki paspor," kata Budimansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023