Masyarakat adat Dusun Sabar Bubu Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) untuk menindak perusahaan PT Mayawana Persada terkait konflik lahan.

"Kami bersama masyarakat adat Sabar Bubu sudah bertemu dengan perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mendesak pihak kementerian untuk segera bertindak," kata Ketua Lingkaran Advokasi dan Riset Borneo (Link-AR Borneo), Ahmad Syukri di Pontianak, Senin.

Dia menjelaskan, setelah dua tahun beroperasi, tanaman yang ditanam di lahan perusahaan kini sudah berusia antara dua hingga enam tahun. Namun, tidak ada penyelesaian yang jelas terhadap isu-isu yang telah berlarut-larut. 

"Kami melihat ada beberapa kali janji dari perusahaan untuk menyelesaikan sanksi adat yang telah ditetapkan, tetapi janji itu tidak terealisasi," ucapnya.

Menurutnya, masyarakat mengharapkan ganti rugi yang adil untuk tanah yang telah dibuka oleh perusahaan, dengan mengikuti standar ganti rugi sesuai dengan peraturan daerah setempat. 

"Misalnya, untuk tanaman karet, perusahaan menganggap satu hektare hanya berisi 50 batang. Padahal, petani kami menanam karet alam yang lebih padat dan menghasilkan lebih banyak," kata dia.

Dia juga mencontohkan kondisi masyarakat di Desa Kualan yang kini hampir seluruh kawasan hutannya sudah masuk dalam konsesi, sehingga harapan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dari hutan semakin kecil.

"Kami terus berupaya merangkul masyarakat di 14 desa, baik di Ketapang maupun Kayong Utara, untuk melakukan MOU dan sosialisasi," tuturnya.

Link-AR Borneo berharap, penguatan masyarakat melalui pelatihan hukum dan advokasi dapat membantu mereka dalam memperjuangkan hak-hak mereka, mengingat situasi yang rawan konflik dan intimidasi dari perusahaan.
 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024