Sungai Raya (Antara Kalbar) - Bupati Kubu Raya Rusman Ali mengatakan, pihaknya cukup kesulitan menyelesaikan konflik lahan antara masyarakat dan perkebunan karena sudah banyak perusahaan yang memiliki HGU, namun belum memiliki kesepakatan tentang bagi hasil dengan masyarakat.
"Sejak Kabupaten Kubu Raya terbentuk pada tahun 2007 lalu, permasalahan tumpang tindih lahan tersebut sudah mulai meresahkan masyarakat. Di mana pada saat itu pula sudah terdapat perizinan dan Hak Guna Usaha (HGU) yang dikeluarkan pemerintahan sebelumnya," kata Rusman Ali di Sungai Raya, Senin.
Namun, dirinya tetap optimis, pemerintah Kabupaten Kubu Raya optimis secara bertahap bisa menyelesaikan permasalahan tumpang tindih lahan yang terjadi di masyarakat selama ini. Karena saat ini pihaknya masih terus melakukan pendataan terkait HGU perkebunan dan memetakan permasalahan yang terjadi di lapangan.
Dia menjelaskan, berbagai persoalan yang mencuat saat ini, khususnya dalam penataan dan penertiban lahan sawit di Kubu Raya yang mengakibatkan adanya penyerobotan lahan antara perusahaan dengan masyarakat.
"Untuk menyelesaikan permasalahan sengketa lahan dengan masyarakat, pihaknya mengalami kesulitan. Namun untuk permasalahan sengketa antara perkebunan dengan perkebunan, sampai saat ini pihaknya sudah menyelesaikan tiga kasus," tuturnya.
Rusman Ali mengatakan, permasalahan sengketa lahan itu dari dahulu sampai sekarang, memang sangat sulit untuk di selesaikan.Karena menurutnya, sampai sekarang pihaknya belum mendapatkan solusi yang tepat untuk mencari benang merahnya, mengingat permasalahan lahan tersebut ada perjanjian dan sudah diatur dalam undang-undang.
Mantan anggota DPR itu menambahkan, kebanyakan permasalahan perkebunan yang terjadi selama ini, adanya kesepakatan bagi hasil antara masyarakat dengan perusahaan, sehingga kondisi ini sangat merugikan bagi masyarakat.
Untuk itu dirinya agar mematuhi peraturan yang sudah diatur Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, dimana untuk saat ini, Pemerintah Daerah tidak lagi menggunakan kerja bagi hasil, namun sudah menggunakan sistem plasma, yang mana untuk masyarakat 30 dan untuk perusahaan 70.
"Sehingga dengan sistem ini akan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang memiliki lahan," katanya.
(KR-RDO/S023)