Pontianak (ANTARA Kalbar) - DPRD Kabupaten Sanggau akan menyiapkan peraturan daerah untuk menjadikan kawasan penambangan di Kecamatan Meliau sebagai kawasan pertambangan rakyat.
"Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Meliau sejauh ini sudah sangat memprihatinkan, namun harus kita pahami bersama, para pelaku melakukan hal tersebut untuk mencari penghidupan, meski di lain sisi juga melanggar aturan, lantaran tidak ada payung hukum yang menaungi," kata Ketua DPRD Kabupaten Sanggau, Andreas Nyas saat dihubungi di Sanggau, Senin.
Dia menyatakan, sebagai legislatif pihaknya tetap akan menampung aspirasi yang akan diajukan oleh masyarakat.
Ia menambahkan, pihak legislatif akan mencari jalan keluarnya agar usaha seperti itu ada aturannya. "Dengan adanya aturan, paling tidak daerah juga mendapatkan hasil, bukan hanya sekadar limbah," tuturnya.
Andreas mengakui, sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang mengatur tentang PETI tersebut.
"Yang ada saat ini masih berupa Peraturan Bupati, di mana setelah berjalan dua atau tiga tahun baru nanti bisa dijadikan Perda. Jadi nanti tinggal bagaimana kebijakan Bupati terkait Perbup tersebut," katanya.
Sementara itu, Kapolres Sanggau, AKBP Winarto ketika dikonfirmasi terkait aktivitas PETI di Meliau, mengatakan bahwa masyarakat di kawasan itu mulai menertibkan sendiri alat-alat untuk kegiatan tambang ilegal.
"Sampai dengan hari ini hanya tinggal enam mesin dompeng yang beroperasi secara aktif. Sebelumnya, sekitar 260 mesin dompeng beroperasi bahkan ada informasi bertambah banyak menjadi 400-an mesin," katanya.
Sebelumnya, dalam Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Sanggau beberapa waktu yang lalu, Wakil Bupati Paolus Hadi mengatakan, setelah melalui berbagai pertimbangan dan banyaknya keluhan serta masukan dari masyarakat terkait dampak dari aktivitas penambang ilegal, mau tidak mau aktivitas PETI yang terpusat di Desa Baru Lombak tersebut memang harus ditutup.
Namun, Paolus juga tidak menutup mata. Jika Meliau merupakan salah satu potensi besar hasil tambang emas yang dimiliki Sanggau.
Dia beranggapan, jika dikelola secara maksimal dan profesional oleh pemerintah, tentu kawasan pertambangan tersebut akan sangat menguntungkan bagi daerah.
Tetapi hal itu belum bisa dilakukan untuk saat ini karena terbentur oleh banyaknya aturan dan butuh segala proses panjang yang cukup sulit. Lantaran untuk memperoleh WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) harus ada prosedur yang panjang prosesnya.
(pso-171)