Jakarta (Antara Kalbar) - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo paling potensial untuk menjadi calon presiden pada Pemilu 2014, menurut riset Pusat Data Bersatu yang dilakukan 3-18 Januari 2013.
"Ini merupakan fenomena baru yang diungkapkan bahwa ternyata Jokowi lah tokoh potensial untuk capres 2014," kata Ketua PDB Didik J Rachbini dalam konferensi pers "Dinamika Baru Bursa Capres 2014" di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan tingkat popularitas tokoh, Jokowi juga paling banyak disukai masyarakat Indonesia hingga mencapai 65,3 persen.
"Sebetulnya yang paling banyak dikenal itu Megawati hingga mencapai 91,9 persen, tapi banyak dikenal belum tentu disukai," katanya.
Kesukaan masyarakat dengan Megawati hanya mencapai 52,9 persen diikuti Jusuf Kalla 59,2 persen, Prabowo Subianto 51,9 persen dan Rhoma Irama 50 persen.
"Jokowi itu tokoh baru yang menyita perhatian publik baik dijejerkan dengan 33 maupun 13 kandidat," katanya.
Jokowi juga unggul dalam elektabilitas tokoh potensial capres dengan perolehan 21,2 persen disusul Prabowo Subianto 17,1 persen, Megawati 11,5 persen, Rhoma Irama 10,4 persen, Aburizal Bakrie 9,7 persen dan Jusuf Kalla 7,1 persen.
"Bahkan elektabilitas Jokowi mengalahkan Prabowo dan Megawati," katanya.
Didik menyebutkan elektabilitas Jokowi untuk menjadi calon wakil presiden pun masih jauh melesat di antara calon-calon lain.
Jokowi mempimpin elektabilitas tokoh cawapres dengan perolehan 16,6 persen disusul Prabowo Subianto 9,8 persen, Jusuf Kalla 8,5 persen, Rhoma Irama 7,3 persen Aburizal Bakri 6,2 persen dan Megawati 5,1 persen.
Didik menilai Jokowi masih menjadi pilihan masyarakat karena mewakili karakter masyarakat Jawa menengah bawah.
"Sikap dan penampilan Jokowi baik dari gaya bebicara dan gaya berpakaian itu yang membuat masyarakat hingga saat melihatnya sebagai capres potensial," katanya.
Selain itu, menurut pengamat politik Burhanuddin Muhtadi , maraknya pemberitaan media tentang tokoh yang seringkali "blusukan" tersebut juga sangat berpengaruh terhadap elektabilitas.
"Jokowi ini selain sangat dikenal dan disukai masyarakat juga pemberitaan di media selalu positif. Jadi itu nilai plus bagi dia," katanya.
Hasil riset tersebut didapat dengan wawancara tatap muka dengan kuesioner terstruktur terhadap 1.200 responden di 30 provinsi di Indonesi dengan "margin error" (kemungkinan meleset) 2,8 persen.
Penelitian tersebut juga menggunakan teknologi penarikan sampel di semua kecamatan dengan 10 responden per kelurahan-desa dengan usia minimum 17 tahun atau sudah menikah.
Sebanyak 95 kabupaten-kota yang terpilih dalam penarikan sampel tersebut dari Aceh Barat hingga Jayapura.
(J.T. Rahayu/N. Yuliastuti)