Damaskus (Antara Kalbar/Xinhua-OANA) - Di satu wilayah gurun yang berjarak beberapa kilometer di sebelah timur Ibu Kota Suriah, Damaskus, berdiri satu bangunan berlantai dua, beberapa tenda, serta peralatan yang sebagian telah ringsek.
Itu adalah kamp radar, tempat prajurit Suriah yang berusia 23 tahun dan dikenal dengan nama Shaimle telah ditempatkan selama hampir tiga tahun.
"Jika saya harus berada di sini lebih lama lagi, otak saya pasti akan membusuk," kata Shaimle dengan pahit. Ia memandang hamparan luas alam terbuka yang hanya diisi segelintir kumpulan rumput.
Pemerintah Suriah menetapkan semua pria warganegara yang berusia 18-42 tahun harus bertugas sedikitnya dua tahun di militer, tindakan untuk memelihara pasukan militer yang memadai yang bisa menangkal agresi yang mungkin dilancarkan oleh musuh bebuyutannya, Israel.
Namun, konflik yang berkecamuk yang meletus lebih dari dua tahun lalu di negeri itu telah menghalangi pensiun Shaimle untuk waktu yang belum ditetapkan dari militer.
"Sejak kecil, saya telah mengetahui saya akan bertugas di militer ketika saya dewasa. Namun saya tak pernah menduga akan benar-benar menghadapi perang," kata Shaimle sebagaimana dikutip Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa. Ia menyipitkan matanya karena sengatan sinar Matahari.
"Sekarang saya tidak tahu kapan ini akan berakhir dan saya bisa pulang ke rumah" di Provinsi Suwayda di bagian tenggara Suriah, katanya. Di sana ia memiliki seorang calon istri dan toko yang menjual barang bangunan.
Shaimle mengatakan ia merindukan keluarga dan pacarnya dan mereka khawatir mengenai dia. Ia menyatakan ia telah menelepon mereka sebanyak mungkin kendati sinyal telepon genggamnya buruk.
Shaimle dan sebanyak 20 lagi prajurit yang ditempatkan di kompleks radar tersebut juga tidak sepenuhnya terlepas dari perang saudara.
Shaimle mengatakan mereka belum lama ini telah bergegas untuk membawa keluar sebagian "rekan mereka dari satu kota kecil" yang dikepung gerilyawan.
"Selama operasi itu, dua teman saya gugur dan 15 lagi cedera," katanya.
Menurut Muhammad Mahamoud, komandan di Kabupaten Ghoutha Timur, tempat bergolak di pinggiran Damaskus, sebanyak 300 prajurit pemerintah telah berperang melawan petempur oposisi di sana.
Pada 6 April, pasukan pemerintah mengumumkan mereka telah membebaskan daerah tersebut dari oposisi. Kemenangan itu dipandang sebagai penting, sebab merebut Ghoutha Timur berarti mengamankan Bandar Udara Internasional Damaskus, yang berdekatan.
Saat waktu makan siang tiba pada pukul 15.00, satu mobil bak terbuka tiba dan menurunkan jatah hari itu: roti, yogurt dan kentang rebus.
Tentara itu, yang menjalani wajib militer, menerima sangat sedikit imbalan uang, sebanyak 1.000 pound Suriah per bulan (sebanyak 10 dolar AS).
Hanya saat mereka menjadi prajurit profesional lah, setelah masa wajib militer berakhir, mereka menerima lebih banyak, dari 1.400 dolar sampai 2.000 dolar per bulan, sesuai dengan pangkat dan masa tugas mereka.
Hampir tiga tahun masa dinas telah mengubah Shaimle dari seorang remaja hijau menjadi seorang prajurit kawakan, yang mengetahui cara menangani perasaan pada masa sulit dan cara menangani masalah rumit.
(Chaidar)
Prajurit Muda Suriah Rasakan Sisi Buram Perang
Selasa, 9 April 2013 15:04 WIB