Pontianak (Antara Kalbar) - Wakil Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan berharap masyarakat Indonesia jangan terpancing konflik politik dalam negeri Myanmar.
"Kekerasan di Myanmar bukanlah konflik agama, tapi bagian tarik-menarik kepentingan politik lokal yang mengadu domba masyarakat Myanmar sendiri," kata Daniel saat dihubungi di Pontianak, Rabu.
Menurut dia, masyarakat Indonesia perlu memahami situasi di Myanmar secara benar sehingga tidak terpancing melakukan tindakan yang merugikan kerukunan di dalam negeri sendiri.
Terlebih lagi, lanjut dia, kalau kondisi di Myanmar digunakan untuk mengalihkan isu-isu yang jauh lebih penting di Indonesia.
"Kita harus bersatu untuk menghadapi masalah yang lebih penting seperti mengatasi kemiskinan dan korupsi," tegas Daniel.
Daniel menjelaskan, Myanmar merupakan salah satu negara ASEAN yang baru saja menyatakan siap melakukan peralihan dari pemerintahan junta militer yang otoriter menuju demokrasi.
Pada tahun 2012, telah dilangsungkan pemilu sela di Myanmar. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) selaku partai oposisi, memenangkan 43 kursi dari 44 kursi yang diperebutkan. Artinya, baru sekitar 6 persen dari kursi parlemen secara nasional yang berjumlah 664, dikuasai sipil, sisanya masih didominasi militer.
"Masa transisi merupakan masa yang kritis, karena bisa jadi sebuah negara yang sedang dalam masa transisi, kembali jatuh ke dalam otoriterianisme," kata dia.
Pada tahun 1990, NLD memenangkan pemilu secara mutlak hingga perolehan suaranya mencapai 80 persen tetapi militer menolak hasil pemilu dan mengambilalih kekuasaan dengan kekerasan.
"Karena itu Pemilu 2015 di Myanmar akan menjadi titik penting bagi transisi demokrasi di negeri tersebut, sebab hingga saat ini hubungan sipil militer di Myanmar masih sangat peka," ujar dia.
Daniel menambahkan, penerimaan terhadap peralihan kekuasaan 2015 juga akan tergantung pada hubungan antara partai politik dengan militer. "Dan sampai saat ini, diyakini kelompok militer masih terbelah antara yang menyepakati agenda-agenda demokratisasi dan yang menolaknya," kata Daniel yang juga Staf Khusus Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
Menurut dia, kekerasan komunal merupakan salah satu hal yang kerap dimainkan untuk mendesakkan agenda-agenda politik kelompok tertentu yang mengatasnamakan perbedaan suku, agama, ras, pandangan politik dan lain sebagainya.
"Aksi-aksi kekerasan komunal pada umumnya sengaja dibuat dengan memanfaatkan prasangka antarkelompok yang berbeda. Untuk konflik di Myanmar, baik penganut agama Islam maupun Buddha, sama-sama menjadi korban," kata dia.
Pihaknya mengharapkan keseriusan Pemerintah Myanmar untuk segera memulihkan keamanan dan kedamaian antarkelompok masyarakat di negara itu.
"Kekerasan bukanlah tindakan yang dibenarkan oleh agama mana pun di dunia," kata Daniel Johan.