Jakarta (Antara Kalbar) - Keselamatan dan keamanan penerbangan -sipil dan militer- didukung banyak hal, termasuk juga kesehatan gigi manusia pengawak dan pemakai jasanya.
"Pada dunia penerbangan sering timbul nyeri gigi manusia, diistilahkan aerodentalgia alias barodontalgia, karena ada penurunan tekanan udara dibandingkan saat yang bersangkutan ada di darat," kata drg Wignyo Hadriyanto, saat seminar sehari kesehatan gigi penerbangan di Lembaga Kesehatan Gigi dan Mulut TNI AU, di Pangkalan Udara Utama TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.
Hadir pada acara itu para dokter gigi, ahli kesehatan penerbangan, dan kalangan profesional terkait.
Jika nyeri ini terjadi pada pemakai jasa penerbangan, kata dia, tidak terlalu membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan. "Sangat berbeda jika itu terjadi pada pilot, bisa sangat fatal dan mematikan. Aerodontal ini harus dicegah dan ditanggulangi dengan berbagai metode dan kebiasaan hidup," katanya.
Secara teoretis, aerodontalgia ini terjadi karena ada udara terjebak dalam rongga di dalam tubuh gigi, saluran darah, gusi, atau akar gigi. Pada saat tekanan udara berubah menjadi lebih rendah, sesuai hukum fisika, maka gas yang terjebak akan mendesak keluar.
Bisa juga terjadi akibat timbunan kuman yang pada akhirnya melepaskan gas hidrogen sulfat, yang pada intinya juga berupa gas yang menekan sistem syaraf mikro di kompleks gigi, mulut, dan kepala.
"Mengidentifikasi nyeri gigi akibat perubahan tekanan udara ini indikator diagnostik bagi seorang dokter gigi, makanya perawatan dan pengobatan harus sangat cermat," kata dia.
Umum mengetahui bahwa pemeriksaan gigi harus dilakukan saban enam bulan sekali. Untuk pilot militer, bisa lebih sering lagi karena misi dan operasi militer harus dia lakukan dengan kesiapsiagaan tinggi sewaktu-waktu.