Jakarta (Antara Kalbar) - Perajin rotan di Provinsi Kalimantan Barat, mengalami kesulitan bahan baku untuk meningkatkan hasil dan kualitas kerajinan khas daerah itu.
"Saat ini, rotan yang merupakan bahan baku utama kerajinan anyaman sulit diperoleh karena perambahan hutan dan pembukaan lahan baru perkebunan sawit skala besar," kata seorang perwakilan perajin rotan Kalimantan Barat, Rupinah, di Pameran Expo Trade Indonesia 2014 di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan demi kelangsungan usaha kerajinan rotan di Kabupaten Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu, dan Ketapang, para perajin harus mencari atau membeli rotan di Kalimantan Timur.
"Kebutuhan rotan ini cukup tinggi mencapai 10 ton per bulan. Bayangkan kebutuhan rotan untuk membuat satu buah tambikar atau tikar sebanyak 100 batang rotan," ujarnya.
Untuk mengantisipasi kesulitan bahan baku, kata dia, para perajin secara swadaya mencoba menanam rotan di lahan seluas 60 hektare, namun usaha itu gagal karena bibit rotan itu kemudian mati.
"Saat ini, perajin sulit memenuhi permintaan kerajinan rotan di pasar Malaysia dan lokal yang tinggi, karena keterbatasan bahan baku rotan," ujarnya.
Ia mengatakan ketergantungan bahan baku kerajinan dari luar daerah setempat juga mengakibatkan biaya produksi menjadi tinggi dan dapat berdampak buruk terhadap perkembangan usaha kerajinan kecil yang bermodal kurang memadai.
"Jika kondisi terus berlanjut, tentu akan mengakibatkan usaha kerajinan ini akan gulung tikar, pada akhirnya akan meningkatkan angka pengangguran dan kemiskinan," ujarnya.
Ia mengharapkan bantuan pemerintah kepada perajin dengan menyediakan rotan, atau membina dan menyalurkan bibit rotan, sekaligus melatih warga untuk bercocok tanam dalam mengembangkan tumbuhan rotan.
"Jika rotan ini diubah bahan baku lainnya, seperti bambu tentu karakter dan ciri khas Dayak Kalimantan ini akan hilang, pada akhirnya perajin akan sulit memasarkan kerajinan tersebut," ujarnya.