Jakarta (Antara Kalbar) - Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Abet Nego Tarigan menilai pembiaran status hutan akan membuka ruang konflik antara warga dengan pengusaha.
"Karena itu, pemerintah harus segera mengupayakan pengukuhan hutan dan upaya pengukuhan itu harus melibatkan partisipasi masyarakat agar tuntas," katanya di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, status hutan yang belum jelas menyebabkan konflik muncul akibat masuknya kepentingan ekonomi.
"Potensi pelanggaran yang kerap terjadi antara lain penebangan pohon di hutan secara liar yang dilakukan pengusaha, sedangkan masyarakat melakukan penambangan dan penggunaan kawasan hutan sebagai tempat tinggal," katanya.
Saat ini, sekitar 30 ribu desa di Indonesia berada dalam kawasan hutan. Lahirnya desa di kawasan hutan bukan sepenuhnya kesalahan masyarakat, melainkan kesalahan pemerintah masa lalu yang tidak segera melakukan pengukuhkan hutan tersebut.
"Ini ada permasalahan serius yang harus diatasi," katanya.
Dia mengemukakan pemerintah mengklaim sudah mengukuhkan 60 persen dari sekitar 130 juta hektare.
Namun, Walhi mencurigai pengukuhan hutan dalam waktu relatif singkat itu tidak dilakukan sesuai prosedur karena tidak melibatkan masyarakat.
"Kalau pun itu benar, masih ada 40 persen hutan yang belum dikukuhkan. Hutan yang paling luas berada di sebagian wilayah Sumatra, Kalimantan dan Papua," katanya.
Walhi: Pembiaran Status Hutan Buka Ruang Konflik
Jumat, 14 November 2014 15:00 WIB