Sintang (Antara Kalbar) - Bima Azmi Pareli, bocah berusia 6 tahun 11 bulan menjadi korban pertama kasus DBD di Kabupaten Sintang pada tahun 2015.
Bima yang baru duduk di kelas 1 SDN 18 Kampung Ladang itu menghembuskan napas terakhir pada Minggu (11/1) sekitar pukul 21.15 setelah terserang DBD selama empat hari.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini meninggal di RSUD Ade M. Djoen Sintang selang satu jam setelah dirujuk ke rumah sakit tersebut. Sebelumnya, selama empat hari Bima dirawat di Klinik Assyfa dan pada Minggu (11/1) pukul 19.30 WIB, korban dirujuk ke RSUD Ade M. Djoen Sintang.
Di rumah almarhum, wartawan hanya bisa berbincang dengan kakeknya. Menurut kakek, Bima tiba-tiba mengalami demam dengan suhu tubuh yang tinggi pada Rabu (7/1) malam.
Kamis pagi, orangtuanya membawa Bima berobat ke Klinik Assyifa. Namun karena suhu tubuh Bima tidak juga turun hingga siang hari, keluarganya kembali ke Klinik Assyfa dan sesampai di sana, Bima dipastikan positif DBD dan langsung menjalani rawat inap di klinik tersebut.
Sementara di tempat terpisah, Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, Darmadi menyatakan Bima merupakan korban pertama yang meninggal dunia dalam kasus DBD di tahun 2015. Sampai tanggal 12 Januari sudah ada tiga kasus DBD di tahun ini dengan satu kasus meninggal dunia.
"Itulah, baru saja tiga kasus sudah ada yang meninggal dunia," katanya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Darmadi menilai Bima sampai tidak tertolong karena memang lambatnya penanganan terhadap dia.
Menurut keterangan dari Klinik Assyfa, lanjut Darmadi, saat masuk Klinik Assyfa, trombosit Bima masih 260 ribu. Hari kedua trombositnya turun menjadi 159 ribu dan turun kembali menjadi 74 ribu di hari ketiga. Hingga akhirnya korban sepertinya mengalami shock sehingga trombositnya turun drastis sampai 20 ribu dan terakhir saat dirujuk ke RSUD Ade M. Djoen Sintang trombositnya sudah turun hingga 19 ribu.
Darmadi menyayangkan lambatnya Klinik Assyfa merujuk korban ke rumah sakit. Menurut Darmadi korban baru dirujuk ke rumah sakit setelah kritis.
"Padahal telah diingatkan kalau sudah tidak mampu menangani segera secepatnya merujuk korban ke rumah sakit. Kalau sudah di rumah sakit kan menjadi tanggung jawab rumah sakit. Apalagi rumah sakit lebih lengkap sarana untuk penanganannya," katanya dengan nada kesal.
Darmadi menilai tata laksana dalam penanganan kasus DBD yang dilakukan Klinik Assyfa kurang maksimal. Seharusnya selama perawatan setiap dua jam sekali harus dicek. Dia juga memaparkan selama 2014, jumlah kasus DBD mencapai 533 kasus dengan 9 orang meninggal dunia.
Darmadi juga mengingatkan bahwa DBD merupakan penyakit endemik. "Masyarakat harus waspada terus. Jangan pernah tenang-tenang saja mendengar jumlah kasus sudah turun. Harusnya kewaspadaan terus ditingkatkan," katanya.
(Faiz/N005)