Pontianak (Antara Kalbar) - Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI) menyatakan keberatan dengan diterbitkannya PP No. 11/2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Perhubungan karena akan berdampak BBM di Indonesia termahal di dunia.
"Kami sangat keberatan dengan diterbitkannya PP No. 11/2015, terutama halaman 90 butir 7 g yang menetapkan bahwa pengawasan bongkar/muat pengangkutan barang berbahaya dikenakan tarif sebesar Rp25 ribu/kilogram. Atau besar tarif tersebut ternyata ditetapkan jauh lebih tinggi dari harga BBM non subsidi," kata Ketua Umum APBBMI Achmad Faisal saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya pemerintah telah menerbitkan PP No. 11/2015 sebagai pengganti PP No. 6/2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah dengan PP No. 74/2013 tentang Perubahan atas PP No. 6/2009.
Achmad menjelaskan BBM merupakan barang/produk yang merupakan bahan pokok utama bagi kehidupan masyarakat luas, maka seharusnya pemerintah meninjau ulang penetapan BBM sebagai barang berbahaya yang wajib di kenakan tarif pengawasan bongkar muat pengangkutannya.
"Sebagai bahan bakar yang menyangkut hajat hidup dan kepentingan orang banyak, kami berharap pemerintah tidak mengenakan tarif pengawasan atas BBM seperti yang diatur pada PP No. 11/2015, dan atau dalam ketentuan ketentuan lainnya," ujar Achmad.
Ketua Umum APBBMI menambahkan pihaknya untuk sementara, sampai ditetapkannya ketentuan yang bijak dan tidak memberatkan, maka tidak akan melaksanakan pengangkutan BBM dengan menggunakan jasa pelabuhan laut, di pelabuhan manapun juga.
Agar tidak terjadinya masalah pasokan atau ketersediaan BBM non subsidi, APBBMI berharap kepada pemerintah secepatnya mengambil kebijakan yang tepat dan cepat, agar angkutan dan pasokan BBM tidak menimbulkan masalah bagi masyarakat luas.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI Kardaya Warnika menyatakan PP No. 11/2015 yang baru dikeluarkan itu sangat menyesatkan dan memberatkan rakyat karena memasukkan BBM dalam kategori barang berbahaya.
"Apabila dianggap berbahaya maka seharusnya pemerintah melarang pemakaian BBM. Masalah ini selain akan membebani masyarakat, juga akan mendorong naiknya harga BBM karena dikenakan pungutan tambahan, serta dikategorikan melakukan kebohongan publik hanya sekadar untuk dapat memungut dana dari masyarakat," ungkapnya.
Mestinya, menurut dia menteri ESDM meminta pembatalan penerapan PP ini khususnya untuk BBM, itulah fungsinya menteri ESDM. Kalau tidak maka tidak ada menteri ESDM.
(U.A057/B/N005/N005) 27-03-2015 14:56:47
APBBMI Keberatan Terbitnya PP Tarif Pengawasan BBM
Jumat, 27 Maret 2015 14:56 WIB