Muslimin menyebutkan, pajak terbesar dari Singkawang Grand Mall terdapat pada item pajak restoran/rumah makan dan hiburan (Bioskop Cinema XXI).
"Dengan adanya Bioskop XXI di Singkawang Grand Mall dari Rp5 juta yang ditargetkan, hingga 31 Mei 2016 sudah mencapai Rp200 juta," katanya, Kamis.
Kemudian untuk pajak rumah makan atau restoran yang tahun ini ditargetkan Rp1 miliar, sampai dengan 31 Mei 2016 sudah mencapai Rp820 juta atau 82 persen.
"Atas perolehan ini, kita meyakini dari target yang kita tetapkan sebesar Rp1 miliar, bisa melebihi atau over realisasi dari target yang kita tetapkan," ujarnya.
Pihaknya memberikan apresiasi kepada managemen Singkawang Grand Mall atas ketaatan mereka memberikan kontribusi sebagai wajib pungut terutama di dalam pajak hiburan dan rumah makan atau restoran.
Muslimin berharap, kepada pelaku usaha yang lainnya, karena ketentuan pajak ini sebenarnya bukan memberatkan pelaku usaha. Siapapun pelaku usahanya baik yang bergerak di bidang perhotelan, rumah makan, restoran dan sebagainya mereka adalah sebagai wajib pungut.
"Jadi jangan mengatakan, dengan adanya pajak selama ini bisa membuat pelaku usaha menjadi bangkrut. Tidak benar itu," ungkapnya.
Secara aturan, kata Muslimin, pelaku usaha adalah sebagai wajib pungut. Yang membayar pajaknya adalah masyarakat selaku konsumen.
"Kalau yang hotel, berarti orang yang masuk hotel. Dan yang restoran, berarti orang yang makan yang bayar pajak," ujarnya.
Dan kepada masyarakat, Muslimin berharap, ketika melakukan pembayaran mereka bisa meminta billbondnya. Supaya ada kejelasan.
"Jadi sama-samalah kita melakukan pengawasan. Karena sebenarnya yang membayar pajak itu adalah masyarakat bukan pelaku usaha. Persepsi ini yang harus kita sosialisasikan ke masyarakat dan pelaku usaha," katanya.
(KR-RDO/T011)