Pontianak (Antara Kalbar) - Pihak Malaysia, diduga membangun sebanyak 14 vila di perbatasan Dusun Sempadan, Desa Temajok, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Sematan, Malaysia atau sekitar 20 meter dengan patok A52, zona bebas.
Muriadi salah seorang tokoh masyarakat Desa Temajok saat dihubungi di Temajok, Selasa mengatakan, sebelumnya ia pernah menemui dan menegur Kak Nur pengusaha Malaysia yang membangun vila di lokasi tersebut. Namun dijawab oleh pengusaha tersebut sah-sah saja membangun di dekat garis batas sempadan perbatasan.
Pembangunan ke-14 Vila tersebut selaras dengan perkebunan Matoa sebanyak 200 batang, dan ratusan pohon karet serta sahang (lada) yang dilakukan oleh pihak Malaysia sejak setahun lalu.
Ia menjelaskan, pengerjaan bangunan itu, sudah hampir rampung dengan bantuan tenaga kerja dari warga setempat.
Menurut dia, selama masa pembersihan lahan dan pembangunan Vila, pengusaha asal Malaysia tersebut sama sekali tidak pernah berkoordinasi baik dengan kepala Desa Temajok maupun warga setempat.
"Mungkin pembangunan vila yang jaraknya hanya 20 Meter dari batas negara itu dianggap tidak masalah bagi pemerintah Malaysia. Namun bagi kami, itu menjadi masalah, Karena dibangun dekat garis perbatasan. Jika dibangun jauh kedalam, misalnya seratus meter tentu kami tidak akan protes," katanya.
Saat membangun jalan di sepanjang garis perbatasan saja, pihaknya bersama TNI mengikuti ketentuan yakni, 50 meter dari titik patok.
Ia juga menjelaskan, terkait pembangunan vila milik Malaysia itu sudah pernah mereka disampaikan baik pada pemerintah daerah maupun pemerintah provinsi. Namun, tidak ada tanggapan sama sekali hingga kini.
Ia berharap, agar pemerintah pusat menyikapi atas pembangunan vila yang tidak jauh dari garis perbatasan tersebut. "Kami siap mendukung langkah-langkah yang akan diambil oleh pemerintah Indonesia," ujarnya.
Sementara itu, Tomy salah seorang pekerja vila bersama ke 12 orang rekannya, menyatakan, pihaknya sudah bekerja beberapa bulan yang lalu, tetapi secara bertahap berkurang karena kekurangan bahan bangunan.
"Kini tinggal saya sendiri, karena pekerjaan saya hanya membuat batako, dengan gaji Rp100 ribu/hari, dan semua bangunan vila ini menggunakan kayu yang diambil dari hutan sekitar di batas tanah milik Indonesia," katanya.
Selain pengusaha yang datang kata Tomy, sesekali juga dipantau oleh anggota Tentara Diraja Malaysia yang bertugas menjaga perbatasan di Melano.
"Mereka datang tidak menggunakan baju dinas, tetapi saya mengenal mereka adalah tentara Malaysia," katanya.
Tidak diperbolehkan
Terkait adanya bangunan vila di dekat Desa Temajok, Anggota DPR RI Komisi V, Syarif Abdulah Alqadrie mengaku terkejut. Sebab kata dia, bangunan di zona netral tidak diperbolehkan sama sekali.
"Hal itu harus menjadi perhatian pemerintah pusat, dan harus diangkat dalam forum Internasional, sebab pemerintah Malaysia sudah sering berusaha mencaplok wilayah Indonesia dan tidak mengindahkan aturan yang ada," katanya.
Itu, salah satu contoh, pemerintah Malaysia sudah berani membangun bangunan permanen di zona netral. Padahal sudah ada kesepakatan, bahwa di zona netral tidak boleh ada bangunan permanen.
"Hal ini harus evaluasi mengapa mereka membangun vila, apakah ada keterkaitan dari pemerintah Malaysia. Dan nampak sekali, bahwa pemerintah Malaysia mau mengambil wilayah Indonesia secara pelan-pelan," katanya.
Ia juga bersyukur pada TNI dan Polri yang luar biasa bertugas menjaga wilayah perbatasan. "Saya akan bawa kasus ini ke tingkat nasional di pusat," katanya.
(U.A057/S025)