Putussibau (Antara Kalbar) - Imigrasi Kelas III Putussibau, Kapuas Hulu, menangkap Lay Ning Tun alias Aga (21) seorang nelayan dari Myanmar di daerah perbatasan Indonesia - Malaysia di Kecamatan Badau, Kapuas Hulu.
"Kami menangkap Lay Ning Tun itu di simpang tiga Kecamatan Badau hasil tindak lanjut informasi dari Polres Kapuas Hulu," kata Kepala Imigrasi Kelas III Putussibau, Ade Rahmat ketika ditemui di Putussibau, Kapuas Hulu, Selasa.
Dikatakan Ade yang bersangkutan masuk ke Indonesia melalui jalan tikus di daerah perbatasan bahkan Lay Ning Tun itu tidak memiliki dokumen resmi," jelas Ade.
Menurut Ade warga negara Myanmar itu merupakan seorang nelayan dari laut Myanmar, Thailand, Malaysia dan terakhir ke Indonesia.
"Dia sudah delapan tahun berlayar mengelilingi Benua Asia, terakhir dia ke Indonesia,"ungkap Ade.
Oleh sebab itu Ade menuturkan Imigrasi Putussibau akan melakukan deportasi terhadap Lay Ning Tun, yang akan diberangkatkan ke Rudenim Pontianak.
Dipaparkan Ade, Pria kelahiran Yangon - Myanmar, 14 Mei 1996 itu melanggar pasal 113 Undang - Undang nomor 6 tahun 2011 Tentang keimigrasian dengan ancaman penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda Rp100 juta.
Selain itu, lanjut Ade, yang bersangkutan juga melanggar pasal 119 ayat 1 Undang - Undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian dengan sanksi dipidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta
"Tapi arahnya kami melakukan penuntutan dengan mengusulkan Lay Ning Tun untuk dideportasi," jelas Ade.
Sementara itu, Lay Ning Tun mengakui dirinya sudah berlayar selama delapan tahun di Benua Asia sebagai nelayan ilegal.
Dirinya menuturkan kehidupannya di Myanmar, yang hidup serba kekurangan dengan kondisi rumah tidak layak huni atapnya terbuat dari daun sagu.
"Saya tinggal dengan dua orang saudara dan kedua orang tua di jalan Tenkintillan, Lantayya - Myanmar," tutur Lay Ning Tun.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Lay Ning Tun menuturkan dirinya harus bekerja sebagai nelayan dengan seorang bos di perairan Thailand selama tiga bulan.
"Bos mengingkari kesepakatan sudah hampir dua bulan kami bekerja, namun kami tidak kunjung pulang ke Myanmar, malahan kapal kami merapat di Tanjung Manis Malaysia," terangnya.
Ia menjelaskan karena memiliki kecurigaan kepada bos yang membawa mereka ke Tanjung Manis Malaysia, akhirnya merekapun mempertanyakan waktu pemulangan mereka ke Myanmar, namun bos tersebut mengatakan jika mereka tidak akan dipulangkan ke Myanmar sampai kapal yang mereka gunakan tersebut hancur.
"Mendengar jawaban itu, kami berempat melarikan diri dari kapal itu secara terpisah, saya lari pakai kolor sampai ke Sibu - Malaysia dan saat itu semua peralatan ditinggal di kapal termasuk paspor," katanya.
Dengan kejadian tersebut dirinya berusaha menyerahkan diri kepada Polisi Malaysia, namun kata Lay Ning Tun dirinya justru disarankan untuk bekerja di kebun karet.
"Saya berharap dengan saya menyerahkan diri kepada Polisi Malaysia, saya akan dikembalikan ke negara asal, namun mereka tidak mau menahan saya," kata Lay Ning Tun.
Lebih lanjut dirinya menceritakan apa yang dialaminya di Malaysia hingga sempat bekerja sebagai kuli bangunan beberapa tahun, sehingga bertemu seorang kenalannya yang berkewarganegaraan Indonesia.
"Saya sangat merindukan keluarga, saya berharap bisa berkumpul kembali dengan mereka di Myanmar," tutur Lay Ning Tun dengan raut muka yang berharap belas kasihan.
(KR-TFT/N005)