Pontianak (Antaranews Kalbar) - PT Agrolestari Mandiri anak usaha perkebunan Sinar Mas Agribusinees and Food mengembangkan cara bertani yang ramah lingkungan yaitu pertanian ekologi terpadu (PET) kepada masyarakat petani di delapan desa binaan, kecamatan Nanga Tayap, Kabu[aten Ketapang melalui program Desa Makmur Peduli Api (DPMA) untuk mencegah kebakarah hutan dan lahan.
Ahmadi salah seorang warga Desa Tajok Kayong, salah satu desa yang mendapatkan penghargaan dari delapan desa binaan PT Agrolestari Mandiri yang tergabung dalam program Desa Makmur Peduli Api mengatakan, pihaknya sudah tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar dan melakukan ladang berpindah.
Menurut dia, pola bertani dengan cara membakar dan berpindah-pindah mulai ditinggalkan sejak tahun 2017 lalu. Dia bersama masyarakat lainya mulai mengolah lahan tanpa bakar, yang tergabung dalam kelompok tani dengan nama Mitra Bedulor.
"Secara umum pengolahannya tak jauh berbeda, seperti pengemburan tanah setelah membuka lahan. Bedanya rerumputan yang sudah ditebas tidak lagi dibakar, melainkan dijadikan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman yang akan ditanam. Pengetahuan itu kami dapat setelah ada pendampingan dari PT Agrolestari," ungkapnya.
Ia menjelaskan, cukup sulit ketika harus mengajak dan mengedukasi masyarakat, untuk meninggalkan tradisi yang sudah lama dilakukan, berpindah dengan teknik tanam yang baru, dari anggota kelompok tani yang berjumlah 30 orang, kini tersisa 12 orang.
"Tetapi berkat kerja keras, hasil yang didapatkan pun memuaskan dari pada bertani dengan cara membakar lahan," ujarnya.
Jika dulu untuk satu hektare lahan, hasil padi darat yang didapat Ahmadi hanya 700 kilogram sekarang dengan pengelolaan yang berbeda namun di luasan lahan yang sama, produktivitas yang diperolehnya mencapai dua ton lebih katanya.
Perbedaannya tidak hanya pada pengolahan lahan, tapi juga pada perawatan tanamannya. Jika dulu hanya mengandalkan pupuk dari sisa-sisa pembakaran lahan, sekarang Ahmadi justru membuat pupuk organik sendiri.
"Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pupuk organik seperti gulma, rumput, kotoran hewan yang diolah menjadi pupuk kompos. Begitu juga dengan pembasmi hama, dari sebelumnya menggunakan bahan-bahan kimia sekarang diambil dari bahan-bahan sekitar," kata Ahmadi.
Konsep pertanian yang sama juga dilakukan Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan, Yatimin, kelompok tani di Desa Lembah Hijau 2 ini, yang mengelola seluas 25 x 100 meter persegi, yang pembukaannya lahannya secara gotong royong oleh anggota Kelompok Tani Sinar Harapan tersebut.
"Kami hanya menebas dan membersihkan areal yang digunakan untuk penanaman tanpa membakar, kemudian rerumputan itu dijadikan pupuk padat," kata Yatimin.
Kemudian, lahan yang digunakan itu dimanfaatkan untuk pembelajaran anggota kelompok tani beserta masyarakat setempat. Jenis tanamannya seperti, sawi, kacang, kacang hijau, terong, timun, kangkung tomat, cabai dan jagung. Sebagian besar dari tanaman pun sudah panen, bahkan tahun lalu lahan belajar ini sebagian besar ditanami cabai.
"Untuk ukuran tanam satu meter persegi hasil panen sekitar Rp20 ribu, jika hidup normal tanpa kendala bisa Rp40 ribu untuk ukuran tanam satu meter persegi. Untuk pemasaran dari produksi pertanian itu kami jual di sekitar Desa Lembah Hijau, bahkan hingga ke wilayah perusahaan," ujarnya.
Menurut Yatimin penggunaan pupuk organik membuat tanaman lebih kuat dibandingkan menggunakan pupuk kimia, bahkan dari usia jauh lebih cepat panen, sehingga kelompok tani pun sudah merasakan hasil tanamnya.
"Manfaatnya, kami sekarang menjadi punya simpanan, sehingga apabila ada keperluan mendadak bisa menggunakan hasil tambahan tersebut," ujarnya.
Yatimin menceritakan ada simbiosis mutualisme dari penggunaan pupuk organik, yakni kotoran sapi bisa menjadi bahan baku diolah menjadi nutrisi bagi sayuran, sedangkan sisa sayuran bisa menjadi pakan sapi. Dengan begitu tidak ada yang terbuang dari produktivitas tanaman.
Selain lahan belajar, Yatimin juga memiliki lahan replikasi, dengan jumlah tanaman yang beragam atau merupakan kebutuhan dapur. Yatimin mengibaratkan lahan replikasinya itu seperti warung organik, sehingga bila masyarakat ingin membeli bisa langsung memetik sendiri tanaman yang dibutuhkan tersebut.
Pembasmi hama alami
Manfaat terpenting dari tanam tanpa bakar lahan, yakni penggunaan pengusir atau pembasmi hama alami yang bahan-bahannya ada di lingkungan sekitar, seperti daun sirih, daun sirsak, daun kenikir, daun sahang dan daun ubi, kemudian serai, lengkuas, kunyit, pinang muda dan belerang.
Cara mengolahnya, tumbuh satu persatu bahan hingga halus, setelah halus campurkan berbagai jenis daun yang sudah ditumbuk itu, kemudian fermentasikan selama satu malam. Kemudian penggunaannya bisa langsung pembasmi hama, juga bisa sebagai nutrisi tanaman, dengan catatan penyimpanannya sudah lebih dari satu malam.
Jika ini tersimpan lebih lama, maka daun yang sudah ditumbuk tadi rebus di dandang dengan air sebanyak 15 liter, jika sudah direbus maka ketahanannya sebagai pembasmi lama bisa sampai empat bulan.
Jika ini tersimpan lebih lama, maka daun yang sudah ditumbuk tadi rebus di dandang dengan air sebanyak 15 liter, jika sudah direbus maka ketahanannya sebagai pembasmi lama bisa sampai empat bulan.
"Pembasmi ini tidak berdampak buruk pada tanaman, malah bisa menjadi nutrisi, dan jika tidak direbus hanya difermentasi saja, dalam satu minggu bisa menjadi nutrisi bagi tanaman," kata pendamping kelompok tani, Taufik (34).
Sementara itu, CEO Perkebunan Sinas Mas Wilayah Kalbar, Susanto Yang mengatakan program Desa Makmur Peduli Api dimulai tahun 2016. Dari program itu masyarakat dan perusahaan bersama-sama untuk waspada dan meminimalisir kebakaran hutan dan lahan sepanjang tahun 2017.
Ia menjelaskan, hal itu bentuk dari kepedulian pihaknya pada Karhutla, dimana titik panas dan kebakarang berkurang di 17 Desa di Kalbar dan Jambi. Untuk tahun 2017, titik panas berjumlah 13 dan titik api ada sembilan. Jumlah ini turun dari tahun 2016 sebanyak 25 titik panas dan 7 titik api. Lalu tahun 2015, 423 titik panas dan 271 titik api.
Program DMPA tidak hanya terfokus pada pencegahaan kebakaran tapi juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yakni dengan pengembangan Pertanian Ekologi Terpadu (PET). Dengan PET, membina masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi mereka, melalui pertanian berkelanjutan.
"Sejauh ini sudah ada tiga desa percontohan dengan lebih dari 60 anggota petani bergabung, dan 70 persen diantaranya adalah perempuan. Kami berharap dengan bimbingan ini, para petani dapat menduplikasi proses tersebut di kebun mereka sendiri," katanya.
Program ini memungkinkan penduduk desa menanam berbagai menanam berbagai macam sayuran untuk kebutuhan pangan dan memberikan sumber pendapatan tambahan melalui penjualan hasil pertanian mereka ke pasar lokal di Kalbar.
Saat ini peserta program PET maupun keluarga telah menikmati manfaatnya. Setiap keluarga mampu menghemat hingga Rp300 ribu per bulan dari pemotongan belanja sayuran dan rempah-rempah yang sekarang bisa mereka ambil dari kebun mereka sendiri. Selain itu, mereka menerima Rp500 ribu setiap bulannya dengan menjual sayuran ke desa-desa sekitar dari PET, setelah dikurangi untuk kebutuhan pangan keluarga mereka.
Delapan desa dari 17 desa binaan di Kecamatan Nanga Tayap mendapatkan bantuan infrastruktur senilai total Rp600 juta sebagai bentuk apresiasi terhadap upaya desa tersebut dalam menjaga kebakaran di daerah mereka di tahun 2017. Desa-desa tersebut adalah Tajok Kayong, Nanga Tayap, Lembah Hijau 1, Lembah Hijau 2, Siantau Raya, Sungai Kelik, Simpang Tiga Sembelangaan dan Tanjung Medan yang berada di Kabupaten Ketapang, Kalbar.
"Program DMPA telah mengurangi kebakaran di hutan, perkebunan dan lahan di daerah sekitar operasional kami dari tahun ke tahun," katanya.
Ia menambahkan, pencapaian tersebut tidak akan terjadi tanpa kerja sama Tim Kesiapsiagaan Tanggap Darurat, Masyarakat Siaga Api, anggota masyarakat petani dan pemerintah daerah untuk mengatasi tantangan bersama - mencegah dan menekan api dengan cepat.
"Kami ingin mengulangi kesuksesan ini di tahun 2018 dan mengajak semua pihak untuk tetap waspada disaat kita memasuki musim kering yang tahun ini diperkirakan akan lebih awal dibandingkan propinsi lain dan terus melindungi hutan dan masyarakat kita, dari resiko dan bahaya kebakaran" katanya