Pontianak (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menegaskan, dirinya sama sekali tidak kecewa terhadap hasil penilaian dari BPK terhadap APBD Kalbar tahun anggaran 2018 yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
"Meski mendapat opini WDP dari BPK, tidak kecewa akan hal itu, mengingat meski baru menjabat sebagai Gubernur Kalbar, kami sudah melakukan upaya maksimal untuk menggunakan anggaran yang ada dengan sebaik mungkin dan dengan pelaporan yang jelas," kata Sutarmidji, usai menyampaikan Nota Penjelasan Kepala Daerah terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2018 di DPRD Kalbar, Selasa.
Ke depan, dirinya berharap untuk kembali meraih WTP dari BPK, semua pihak yang ada di Kalbar bisa meningkatkan koordinasi dan lebih transparan.
"Saya minta semua masyarakat harus bisa mengakses semua dana pembangunan yang ada, sehingga semua pihak harus transparan, terutama semua OPD yang ada di Kalbar. Kita akan membuat sistemnya, sehingga masyarakat mengetahui, berapa dana daerah, berapa dana pembangunan di tempat mereka, dan lain sebagainya," tuturya.
Dia menargetkan tahun 2020 sistem IT transparansi anggaran Pemda Kalbar sudah bisa diselesaikan, sehingga tidak ada lagi yang disembunyikan dari masyarakat dan tidak bisa diubah-ubah oleh pihak tertentu.
Diketahui, dari hasil audit yang dilakukan BPK RI terhadap APBD Kalbar 2018 ada 26 temuan dan sebenarnya semuanya sudah kita tindak lanjuti dan terus melakukan komunikasi dengan BPK dan sudah mengerjakan semua yang disarankan oleh BPK RI.
"Namun, sayangnya tanggal 27 Mei kemarin, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian untuk APBD 2018 Kalbar dengan alasan, tidak adanya perubahan anggaran, sehingga seakan-akan perubahan anggaran ini menjadi hal yang wajib," kata Sutarmidji.
Dirinya menegaskan, dia tidak mempermasalahkan soal peraihan WDP tersebut karena dia mengaku juga tidak terlibat dalam penyusunan dan penggunaan APBD Kalbar tahun 2018, mengingat diriya baru dilantik pada 5 September 2018.
Meski demikian, sebagai Gubernur Kalbar yang baru dilantik, dirinya mencoba melakukan berbagai langkah terkait anggaran yang ada, mengingat saat ini Kalbar mengalami defisit hingga Rp600 miliar lebih.
Terlebih, pada APBD 2018, katanya, gaji 13 dan 14 bagi PNS tidak dianggarkan satu rupiah pun. "Pertanyaannya kenapa panitia penyusunan anggaran saat itu tidak memasukkannya, sehingga itu menjadi salah satu penyebab defisitnya anggaran pada Pemprov Kalbar tahun 2018," katanya.
Terkait hal itu, pihaknya mengambil langkah untuk menyelematkan anggaran yang ada dengan membatalkan sebanyak-banyaknya belanja modal, termasuk pembangunan karena Pemprov Kalbar harus membayar bagi hasil Pemda tingkat II.
"Jika tahun 2018, kita tidak membayar pemda tingkat II sebesar Rp600 miliar lebih, maka dipastikan 14 daerah tingkat II akhir tahun 2018 kemarin akan kolap. Jika sudah kolap, mau tidak mau mereka harus minjam uang di bank dan ini adalah langkah yang salah, karena untuk meminjam uang di bank, pemda harus mendapatkan persetujuan dari DPRD, sementara masa jabatan anggota DPRD habis pada bulan September tahun ini, dan ini memang runtut permasalahannya," kata Sutarmidji.
Namun, katanya, dari sisi pemanfaatan anggaran tahun 2018, dipastikan tidak ada temuan materi yang menyebabkan kerugian negara.