Jakarta (ANTARA) - Pegiat media sosial sekaligus relawan Joko Widodo di masa Pilpres 2019, Ninoy Karundeng mengungkapkan detik-detik mencekam penculikan dan penganiayaan terhadap dirinya yang terjadi di Masjid Al-Falaah, Pejompongan, Jakarta Pusat pada 30 September lalu.
Pengalaman tidak mengenakkan itu berawal ketika Ninoy sedang merekam unjuk rasa di kawasan tersebut. Saat itu, Ninoy sedang merekam situasi jalan yang diblokir dan orang-orang yang terkena gas air mata.
Saat itulah, Ninoy didatangi sekelompok orang yang langsung merampas dan memeriksa ponselnya. Orang tak dikenal yang tidak suka dengan konten-konten di ponsel Ninoy kemudian menyeretnya masuk ke dalam Masjid Al-Falah di daerah Pejompongan.
Saat itulah Ninoy mulai diinterogasi dan dipukuli oleh sekelompok orang yang tidak diketahui identitasnya.
"Begitu dia tahu bahwa saya adalah relawan Jokowi, saya langsung dipukul dan diseret ke dalam masjid. Di situlah saya diinterogasi, ditanya-tanya. Setiap pertanyaan-pertanyaan yang muncul, saya jawab. Jawaban-jawaban itu tidak mendapatkan respons baik, saya tetap dipukuli setiap saat," kata Ninoy, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin.
Selain dianiaya, Ninoy juga mendapat ancaman pembunuhan dari seseorang yang dipanggil 'Habib'.
"Seseorang yang dipanggil Habib itu memberi ultimatum kepada saya bahwa waktu saya pendek karena kepala saya akan dibelah," ujarnya lagi.
"Saya memohon untuk tetap hidup karena saya punya anak, istri, dan seterusnya, tapi tetap saja saya tidak diperbolehkan pulang, tetap harus ada di situ," katanya.
Ninoy juga mendengar sebuah pembicaraan dari orang-orang yang memukulinya bahwa setelah dibunuh mayatnya akan dibuang di lokasi unjuk rasa.
"Dikatakan sebelum subuh saya harus dieksekusi dan mayat saya nanti diangkut untuk dibuang ke arah kerusuhan," kata Ninoy.
Kendati demikian, Ninoy tak dapat mengenali orang-orang tersebut karena peristiwa penganiayaan itu berlangsung cepat.
"Saya tidak bisa mengenali sama sekali karena peristiwa itu begitu cepat. Saya dipukul bertubi-tubi dan diseret. Saya tidak tahu itu siapa karena saya enggak melihat," ungkap Ninoy.
Ninoy juga menyebut orang-orang itu mengambil ponselnya dan menyalin data-data dari laptop miliknya.
Meski demikian orang-orang tidak dikenal itu batal menghabisi nyawa Ninoy dan melepaskannya pada siang harinya. Orang-orang itu juga merusak sepeda motor Ninoy.
"Saya dilepaskan itu karena itu sudah siang. karena saya bawa motor, saya minta diambilkan. Motor saya diambilkan sama mereka tapi setelah itu motor saya dirusak dan juga kuncinya dibuang, sehingga tidak ada jalan lain, untuk saya pulang sendiri tidak bisa," katanya lagi.
Orang-orang yang menganiaya Ninoy hanya memesankan jasa GoBox untuk memulangkan Ninoy beserta motor yang telah dirusak.
Usai kejadian itu, Ninoy melaporkan peristiwa yang menimpanya ke Polda Metro Jaya. Polisi bergerak cepat dan menetapkan 11 tersangka dalam kasus penganiayaan dan penculikan Ninoy.
Sebanyak 11 tersangka itu diketahui berinisial AA, ARS, YY, RF, Baros, S, TR, SU, ABK, IA, dan R.
Sepuluh tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya. Sedangkan tersangka TR ditangguhkan penahanannya karena masalah kesehatan.
Saat ini, polisi masih memeriksa dua saksi lainnya yakni Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni (PA) 212 Bernard Abdul Jabbar dan Fery alias F.
Ninoy Karundeng, pegiat medsos yang diculik dan dianiaya
Selasa, 8 Oktober 2019 8:20 WIB