Jakarta (ANTARA) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baru-baru ini mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 ini Indonesia sedang menghadapi berbagai mafia, salah satunya mafia alat kesehatan.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), mafia merupakan perkumpulan rahasia yang bergerak di bidang kejahatan.
Di tengah pandemi ini, banyak yang bertanya kenapa Indonesia hingga kini masih harus mengimpor barang-barang alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan.
Padahal, Indonesia mampu untuk menyediakan bahan baku alat kesehatan dan obat-obatan. Meskipun ada beberapa komponen yang memang harus diimpor, namun prosentasenya harusnya tidak sampai 90 persen.
Alkes merupakan komoditas penting yang menyangkut kesehatan jutaan nyawa, sehingga ketergantungan terhadap negara lain perlu dikurangi.
Melihat fenomena tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir pun beranggapan selama ini ada mafia atau kelompok yang membuat Indonesia terus-menerus melakukan impor bahan baku obat dan alat kesehatan.
Atas hal itu, mantan bos klub sepak bola Inter Milan segera membentuk sub-holding farmasi agar dapat membendung ancaman terhadap bangsa saat terjadi sesuatu.
Ide itu kemudian disampaikan ke Presiden Joko Widodo, karena ketahanan kesehatan merupakan salah satu sesuatu yang penting untuk harus dijaga.
Pada 31 Januari 2020, sub holding BUMN farmasi resmi dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan no. 862/KMK.06/2019.
Dengan adanya sub holding farmasi itu, diharapkan dapat menciptakan ketahanan kesehatan atau health security dalam ketersediaan, keterjangkauan, mutu dan kesinambungan.
Kemudian, membangun ekosistem kesehatan nasional yang inklusif, mandiri dan efisien. Tujuannya, terbangun kemandirian obat dan alat-alat kesehatan sehingga dapat memperkecil persentase impor.
Jelas, pembentukan sub-holding itu untuk memberantas mafia-mafia alat kesehatan. Dengan membangun industri farmasi maka diharapkan dapat mempersempit ruang gerak para mafia-mafia itu.
Skema mafia alkes
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga memaparkan, selama ini pengusaha asing membawa bahan baku alat kesehatan seperti APD dan masker untuk diproduksi di Indonesia. Setelah selesai, barang itu diambil oleh pengusaha itu.
"Itu proses yang terjadi selama ini dan kita akhirnya impor juga barang tersebut karena barang itu bukan punya kita, itu milik yang punya bahan. Pabriknya ada, tapi bahan baku dari luar semua, Indonesia hanya tukang jahitnya doang," katanya.
Demikian pula dengan alat bantu pernapasan atau ventilator yang saat ini masih harus impor. Padahal, sumber daya manusia (SDM) Indonesia mumpuni membuat alat itu.
Para pengusaha itu membuat Indonesia menjadi sibuk berdagang tanpa memikirkan membangun kemandirian industri alat kesehatan.
Menteri Erick pun menugaskan PT Len Industri (Persero), PT Pindad (Persero), dan PT Dirgantara Indonesia/PTDI (Persero) untuk memproduksi ventilator. "Mudah-mudahan kalau lulus uji klinik maka ventilator ini sudah bisa untuk digunakan dan diproduksi BUMN," ujarnya.
Erick juga meminta semua pihak untuk bersatu dan bahu-membahu memikirkan kepentingan Indonesia secara jangka panjang dan tidak lagi terjebak kebijakan-kebijakan jangka pendek.
"Jangan semua ini ujung-ujungnya duit terus, dagang terus. Akhirnya kita terjebak short term policy, didominasi oleh mafia-mafia dan trader tersebut. Kita harus lawan dan ini Bapak Presiden Joko Widodo punya keberpihakan tersebut," ujar Erick Thohir.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun bakal menindak tegas terhadap pihak yang "bermain-main" dalam pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alkes untuk penanganan COVID-19.
"KPK akan tegas terhadap pihak yang bermain-main terkait pengadaan barang dan jasa terutama terhadap kebutuhan alkes terlebih untuk situasi sekarang ini," ucap Plt Juru bicara KPK Ali Fikri.
Ia mengatakan masyarakat bisa menginformasikan kepada KPK jika menemukan adanya pihak yang "bermain" dalam pengadaan barang dan jasa COVID-19.
Konsolidasi
Erick Thohir menilai bahwa wabah COVID-19 merupakan peluang bagi Indonesia meningkatkan komitmen untuk melakukan konsolidasi segala kekuatan dalam rangka menjaga rantai pasok atau supply chain di industri, termasuk kesehatan.
Pandemi COVID-19, lanjut dia, telah mengajarkan kita untuk tidak sepenuhnya bergantung dengan negara asing.
Maka itu, Erick mengajak semua pihak komitmen membongkar praktik-praktik mafia yang membuat Indonesia menjadi tidak mandiri.
Pada prinsipnya, negara lain tidak akan peduli dengan apa yang menjadi kebutuhan bangsa Indonesia. Maka itu, Indonesia harus peduli dengan apa yang menjadi kebutuhan bangsa. "Memang bangsa lain peduli! Kita yang harus peduli terhadap bangsa kita," ucap Erick Thohir.
Dalam rangka menjaga ketahanan bangsa, Erick dan tim sudah merumuskan untuk mencetak blueprint atau cetak biru strategi menjaga keamanan bidang energi, pangan, dan kesehatan. Terdapat beberapa fondasi dalam menjaga tiga keamanan bidang itu, yakni kemandirian, dan menjaga rantai pasokan.
Sementara itu, Ekonom lembaga kajian Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Deniey A Purwanto menyarankan agar pemerintah Indonesia mengambil pelajaran dari kasus Jerman dalam upaya mendorong industri nasional memenuhi kebutuhan alkes seperti alat pelindung diri, rapid test kit dan ventilator dalam rangka menghadapi pandemi COVID-19.
"Diperlukan kebijakan-kebijakan terobosan yakni bagaimana pemerintah bisa mengalihfungsikan sementara industri nasional misalnya industri konveksi untuk memenuhi kebutuhan alat pelindung diri atau APD yang sangat dibutuhkan saat ini di Indonesia," ujar Deniey.
Akhlak
Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, jajaran direksi, komisaris, karyawan BUMN hingga jajaran di lingkungan Kementerian BUMN dituntut untuk menjaga akhlak.
"Semua program tidak ada artinya kalau kita tidak introspeksi diri. Karena itu, saya berharap fondasi tadi, termasuk akhlak, kita jalankan," ucapnya.
Kata "akhlak" menjadi salah satu jargon yang kerap disampaikan Erick Thohir dalam beberapa kesempatan sejak menjabat sebagai Menteri BUMN.
Erick pun menugaskan Deputi Sumber Daya Manusia Kementerian BUMN Alex Denni untuk meningkatkan akhlak dan talenta para pegawai BUMN.
"Sebagai pejabat publik, akhlak adalah yang pertama karena orang-orang dengan akhlak yang baik berarti memiliki integritas tinggi dan komitmen yang kuat dalam menjalankan tugasnya," ujarnya.
Bagi Erick, kata akhlak juga merupakan definisi dari Amanah, Kompetensi, Harmonis, Loyalitas, Adaptif, dan Kolaborasi (AKHLAK).
Erick meyakini, akhlak menjadi poin penting dalam mengelola aset BUMN yang mencapai sekitar Rp8.200 triliun itu, sehingga slogan "BUMN untuk Indonesia" dapat terasa manfaatnya bagi bangsa.
Selain itu, perlu juga teamwork yang kompak di dalam lingkungan BUMN, baik di kementerian maupun di unit usaha, yang diisi dengan orang-orang yang bukan hanya cerdas, tetapi, sekali lagi, akhlak yang baik.
Baca juga: Menteri BUMN : Pandemi Corona peluang negara konsolidasi menjaga rantai pasok
Baca juga: BUMN Kalbar serahkan bantuan APD penanganan COVID-19