Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksikan penerimaan perpajakan pada tahun ini hanya akan mencapai Rp1.462,6 triliun atau kurang Rp403,1 triliun dari target APBN 2020 sebesar Rp1.865,7 triliun.
Sri Mulyani mengatakan hal tersebut berarti penerimaan perpajakan hanya akan mencapai 78,3 persen dari target APBN 2020 atau tumbuh negatif 5,4 persen dibanding realisasi tahun lalu.
“Dari perhitungan teman-teman Badan Kebijakan Fiskal atau BKF dan pajak penerimaan perpajakan akan tumbuh negatif 5,4 persen ini berarti hanya 78,3 persen dari APBN. Negative growth ini kombinasi dari pelemahan ekonomi,” katanya saat Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis.
Sri Mulyani menyatakan prediksi tersebut didasarkan oleh penerimaan pajak yang diperkirakan mengalami kontraksi 5,9 persen dengan shortfall Rp388,5 triliun yaitu dari Rp1.642,6 triliun dalam APBN 2020 menjadi Rp1.254,1 triliun pada outlook terbaru.
Shortfall Rp388,5 triliun pada penerimaan pajak didasarkan oleh dampak penurunan ekonomi dan perang harga minyak serta fasilitas insentif pajak jilid II dalam PMK 23/2020 senilai Rp13,86 triliun.
Kemudian juga dipengaruhi oleh adanya relaksasi stimulus tambahan Rp70,3 triliun, penurunan tarif PPh menjadi 22 persen senilai Rp20 triliun, serta antisipasi penundaan dividen dalam Omnibus Law Perpajakan senilai Rp9,1 triliun.
Tak hanya itu, penerimaan perpajakan yang diproyeksikan Rp1.462,6 triliun juga didasari oleh penerimaan bea dan cukai yang diperkirakan hanya Rp208,5 triliun tahun ini atau mengalami shortfall Rp14,6 triliun dari target dalam APBN 2020 Rp223,1 triliun.
“Itu tumbuh negatif 2,2 persen dengan memperhitungkan dampak stimulus pembebasan bea masuk untuk 19 industri,” ujarnya.
Sri Mulyani menyatakan postur APBN 2020 sangat terpengaruh akibat wabah COVID-19 sehingga pemerintah harus mengeluarkan berbagai stimulus dalam rangka mengurangi dampak pandemi tersebut.
Dalam hal ini, Sri Mulyani menuturkan perpajakan mendapat dua mandat sekaligus yaitu mengumpulkan penerimaan dan memberikan insentif bagi dunia usaha yang tertekan akibat COVID-19.
“Mereka mendapatkan dua mandat yang saling beroposisi yaitu di sisi lain harus tetap menjaga penerimaan negara sekaligus harus mampu mendukung ekonomi, dunia usaha dan masyarakat yang saat ini mengalami musibah,” katanya.