Jakarta (ANTARA) - Bek Real Salt Lake, Nedum Onuoha, mengatakan saat ini dirinya merasa "ketakutan dan tidak percaya" terhadap polisi di Amerika Serikat tatkala gelombang protes atas ketidakadilan rasial melanda seluruh negara itu menyusul kematian George Floyd.
Onuoha pindah ke Major League Soccer (MLS) pada 2018 setelah menjadi pemain di Manchester City, Sunderland dan Queens Park Rangers.
"Saya selalu waspada tentang bagaimana saya berperilaku dan bagaimana hal itu dapat dilihat oleh orang-orang yang memiliki kekuatan," ujar Onuoha, 33, kepada BBC, Kamis.
"Bagi saya pribadi meski secara keseluruhan saya tidak suka mengatakannya, tetapi saya memiliki rasa takut dan ketidakpercayaan terhadap polisi."
Baca juga: Polisi Minneapolis dituntut atas pembunuhan terhadap Floyd
Onuoha menyoroti budaya bersenjata di Amerika dan semakin banyaknya polisi bersenjata dikerahkan pada saat ini sebagai alasan mengapa dirinya merasa kurang aman di Amerika Serikat.
"Di Inggris, saya lebih nyaman karena jika sesuatu terjadi mungkin tidak akan mematikan. Tetapi di sini karena alasan hak-hak mereka, pertengkaran bisa saja jadi mematikan," katanya.
"Ketika muncul segala jenis kebrutalan, jika itu dari polisi dan mereka melihat ada yang salah pada saya maka kehidupan saya bisa diambil. Saya merasakan ini setiap hari. Bukan hanya saya tetapi juga semua orang."
Onuoha mengatakan dia berusaha untuk tidak terlalu kritis terhadap polisi dan masih mengakui ada petugas yang baik-baik.
"Tetapi kenyataan yang ada di sini, meskipun mereka hanya warga masyarakat dengan lencana dan senjata tapi punya kekuatan lebih besar," tambahnya.
Baca juga: Dua warga sipil tewas saat unjuk rasa di AS, toko dijarah
"Jika Anda khawatir tentang pria di sebelah, mengapa Anda tidak khawatir tentang orang yang berpatroli di jalan-jalan yang sekarang memiliki lebih banyak kekuatan, lebih banyak senjata tetapi pandangan yang sama?
"Saya tidak pernah merasa 100 persen aman."
Bek Newcastle dan pemain internasional AS DeAndre Yedlin juga mengungkapkan hal yang sama bahwa kakeknya lebih senang dia bermain di Inggris ketimbang merumput di kampung halaman sendiri.
"Beberapa hari setelah kematian George Floyd, kakek saya mengirim sms kepada saya dan mengatakan kepada saya bahwa dia senang saya tidak tinggal di AS sekarang ini karena dia akan mengkhawatirkan hidup saya sebagai pemuda kulit hitam," demikian Yedlin memposting di akun Twitter-nya.