Pontianak (ANTARA) - BMKG Bandara Supadio Pontianak mencatat, pada Senin, 10 Agustus 2020, terdeteksi sebanyak 6.382 hotspot atau titik panas di Provinsi Kalimantan Barat.
"Sebaran hotspot tersebut berdasarkan data LAPAN tanggal 10 Agustus 2020 pukul 07.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB," kata Kepala BMKG Supadio Pontianak, Nanang Buchori melalui rilis tertulis di Pontianak, Selasa.
Dari 14 kabupaten di Kalbar, hanya dua daerah yang nol hotspot yakni di Kota Pontianak, dan Kota Singkawang.
Hotspot tertinggi di Kabupaten Landak sebanyak 1.976 titik, kemudian disusul Kabupaten Sanggau 1.865 titik, Bengkayang 1.349 titik, Kapuas Hulu 398 titik, Sintang 386 titik, Mempawah 100 titik, Sekadau 99 titik, Ketapang 65 titik, dan Melawi 59 titik, Sambas 51 titik, Kubu Raya 33 titik, dan Kabupaten Kayong Utara sembilan titik.
Sementara itu, di tempat terpisah, Kepala Staf Kodam XII/Tanjungpura Brigjen TNI Djaka Budhi Utama mengatakan pihaknya siap membantu pemerintah dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Kalimantan Barat.
"Bentuk kesiapan itu, baik dalam hal penyiapan personel maupun peralatannya. Kodam juga akan selalu bersinergi dengan pemda, Polri dan berbagai komponen masyarakat lainnya dalam penanggulangan Karhutla," katanya.
Terkait hal itu, Kodam XII/Tpr juga telah melaksanakan program Desa Mandiri menuju langit biru di Bumi Khatulistiwa tersebut. Sedangkan untuk mengoptimalkan pencegahan dan penanggulangan Karhutla, Kodam XII/Tpr juga telah membentuk Satgas Huma terdiri dari para relawan yang tersebar di desa-desa.
"Satgas Huma ini sebagai mitra dari Babinsa (TNI) dan Bhabinkamtibmas (Polri) dalam mensosialisasi pencegahan Karhutla," katanya.
Menurut dia, pihaknya melibatkan 7.383 anggota dalam Satgas Huma dalam rangka mencegah dan mengantisipasi Karhutla di wilayah Kalbar dan Kalteng, diantaranya sebanyak 6.481 orang di Kalbar, dan di Kalteng sebanyak 902 orang. Anggota Satgas Huma ini adalah murni dari relawan-relawan di desa, yang tugasnya membantu masyarakat desa dalam membuka ladang atau huma. Huma ini adalah salah satu bahasa yang sudah dikenal di masyarakat, sehingga apabila masyarakat mau membuka ladang bisa memberdayakan satgas tersebut, katanya.
Dengan memberdayakan Satgas Huma nantinya diharapkan apabila masyarakat membakar lahan, maka jangan sampai tidak terkendali. "Apalagi Satgas Huma ini sudah dilatih, mereka sudah dibekali cara membuka lahan tanpa membakar. Tentunya membuka lahan tanpa membakar ini suatu pola budaya baru sehingga perlu tenggang waktu hingga menjadi budaya di masyarakat," ujarnya.
Sementara itu, bagi masyarakat yang tetap membuka lahan dengan cara membakar maka tetap dilakukan pendampingan. Tapi bagi masyarakat yang sudah mau merubah pola menanam atau membuka lahan tanpa membakar maka Satgas Huma ini juga tetap bertugas membantu masyarakat di desa tersebut.