London (ANTARA) - Hendro Wicaksono, profesor asal Indonesia menerima penghargaan dosen terbaik, Teacher of the Year, yang diberikan kepada dosen yang memiliki prestasi luar biasa dalam proses pembelajaran dari Universitas Jacobs, Bremen, Jerman.
Hal itu disampajkan pejabat Pensosbud KBRI Berlin Hannan Hadi kepada ANTARA London, Senin.
Khusus dalam masa pandemic COVID-19, penilaian terhadap dosen juga dilakukan atas proses pembelajaran daring.
Dalam sertifikat disebutkan Hendro berhasil menjadikan metode pembelajaran daring yang secara intrinsik memuaskan dan menjadi pengalaman berharga bagi para mahasiswa.
Ia juga dinilai berhasil memberikan perkuliahan secara persuasif dan mendorong antusiasme tinggi para mahasiswa khususnya pada masa pembelajaran secara virtual.
Mengomentari hal ini, Hendro, yang memiliki gelar lengkap, Prof. Dr-Ing, menyebutkan di masa pandemi COVID-19 ini, transformasi digital berjalan semakin cepat.
Materi pembelajaran di internet pada dasarnya sangat mudah diakses oleh mahasiswa, baik dari sumber gratis maupun berbayar. “Kita dengan mudah dapat mempelajari konsep-konsep dan teknologi baru lewat internet,” ujarnya.
Bahkan konsep gamification dan virtual reality, dapat berinteraksi dengan materi pembelajaran yang mengasyikkan. Tanpa ada pertemuan tatap muka dengan dosen, sepertinya semua ilmu yang dibutuhkan bisa didapat, ujarnya.
Menurut Hendro, kondisi ini justru memberikan tantangan bagi dosen. "Seorang dosen tidak hanya sebagai penyampai ilmu, tetapi juga peramu dan pembawa ilmu," katanya.
Media seperti Internet, Game, Virtual Reality, dan lain-lain hanyalah media perantara. Ia tidak boleh hanya mengambil isi buku, artikel, atau video, sebagai materi ajar, tetapi harus meramu beberapa sumber, termasuk dari pengalaman dan sudut pandang pribadi.
Sosok dosen juga harus dapat menjadi inspirasi kepada mahasiswa untuk belajar lebih dari materi yang diajarkan dan memilih jalur karir yang berkaitan dengan materi tersebut.
Di era digital seperti sekarang, komponen inspirasi inilah yang tidak dapat tergantikan media digital.
Hendro memperoleh gelar Dr. -Ing. di bidang teknologi mesin dari Institut Teknologi Karlsruhe, Jerman dinobatkan sebagai profesor di Universitas Jacobs, Bremen saat ia berusia 38 tahun.
Meski relatif baru mengajar di kampus yang kurang lebih tiga tahun, ia berhasil memperoleh predikat dosen terbaik. Selain menjadi dosen, Hendro menjabat sebagai Head of Research Group for Intelligent Data Management for Industry 4.0 (INDEED) di kampus.
Sederet hasil riset Hendro diakui dan digunakan di banyak institusi di Jerman dan Eropa lainnya. Tahun 2013 Hendro mengembangkan sistem meningkatkan efisiensi penggunaan energi berbasis artificial intelligence yang digunakan di beberapa gedung di Jerman, di Eindhoven Belanda, Sevilla dan Barcelona di Spanyol.
Tahun 2014 ia membuat sistem serupa dengan fitur tambahan utilitas di smartphone dan penggunaan berbagai macam sensor digunakan di beberapa kantor pemerintahan di Jerman, di antaranya Baden-Württemberg. Riset sistem ini terus dikembangkan dan tahun 2015-2016 digunakan untuk sistem smart city di Cambridge, Inggris; Sevilla, Spanyol dan Lizanello, Italia.
Kiprah Hendro juga banyak diabdikan untuk kepentingan Indonesia. Hendro saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Pengurus Wilayah Khusus Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jerman.
Selain itu, ia juga aktif sebagai Ketua Komisaris dan salah satu pendiri dua perusahaan rintisan teknologi di Indonesia, yang bergerak di bidang perlindungan lingkungan dan pelayanan kesehatan digital.
Dalam memperkuat kerja sama Indonesia – Jerman, Hendro saat ini menjadi penasihat komunitas startup gabungan Indonesia- Jerman, IndoHub.
Di organisasi Ikatan Ahli Sarjana Indonesia (IASI) Jerman, Hendro menjabat sebagai Koordinator Divisi Pendidikan. Tak hanya di bidang ilmiah, Hendro juga aktif di organisasi keagamaan.
Sejak 2019 Hendro menjabat Anggota Dewan Syuriah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman dan aktif di komunitas Muslim berbahasa Jerman di Karlsruhe (DMK).
Ia menggagas acara seminar yang diadakan PCINU dan masyarakat lokal Jerman yang mendapatkan dana dari Konrad-Adenauer-Stiftung. Seminar bertujuan memperkenalkan Islam moderat dan toleran di Indonesia.