Mukomuko (ANTARA) - Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, pasti beranggapan pohon sawit yang sudah berumur 25 tahun tidak produktif apalagi pohon tersebut sudah ditebang, dapat dipastikan menjadi limbah.
Masyarakat beranggapan seperti itu karena selama ini belum pernah ada orang atau kelompok masyarakat di daerah ini yang memanfaatkan tanaman yang tidak produktif lagi dan menjadi limbah tersebut menjadi produk yang bermanfaat.
Anggapan masyarakat tersebut justru tidak sesederhana itu karena pohon kelapa sawit yang awalnya memiliki hasil utama tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ternyata pohon tersebut masih memiliki hasil akhir, yakni air nira yang bisa diolah menjadi gula merah.
Adalah Cariyo, warga asal Lampung yang baru selama tiga bulan berada di Desa Sari Makmur, Kabupaten Mukomuko menjadi orang pertama di daerah ini yang memanfaatkan air nira pohon kelapa sawit menjadi gula merah.
“Baru tiga bulan yang lalu ke Kabupaten Mukomuko. Untuk sementara ini gula merah ini jualnya di sini saja,” ujarnya.
Cariyo, yang datang bersama dengan keluarganya ke Kabupaten Mukomuko ini sudah lama mengetahui cara membuat gula merah dari air nira kelapa sawit dari Lampung tetapi di wilayahnya aktivitas pembuatan gula merah dari kelapa sawit hanya sebagai pekerjaan sampingan karena keterbatasan bahan baku pohon sawit.
Kalau petani di Lampung membuat gula merah dari air nira kelapa sawit ini hanya menjadi pekerjaan sampingan karena pekerjaan tersebut hanya sebentar karena tidak ada pohon sawitnya.
Jadi kadang berhenti beberapa tahun tidak membuat gula merah, kadang berhenti beberapa bulan, sehingga petani di Lampung menjadikan pekerjaan ini hanya pekerjaan sambilan karena sawitnya tidak banyak.
Untuk itu, dia memutuskan untuk merantau ke Kabupaten Mukomuko karena di daerah ini banyak batang kelapa sawit yang berumur di atas 25 tahun yang sudah ditebang tetapi tidak dimanfaatkan lagi.
“Jadi begitu ditebang pohon kelapa sawit langsung busuk, dan waktu ditumbang saya manfaatkan,” ujarnya.
Untuk sementara ini, katanya, dia memproduksi gula merah dari air nira kelapa sawit ini tidak tetap, kadang-kadang sebanyak 20 kilogram dan ada juga yang mencapai sebanyak 25 kilogram.
Butuh Modal
Meskipun Cariyo sudah beberapa bulan membuat gula merah dari air nira kelapa sawit, namun dia tetap berkeinginan untuk mengembangkan usahanya, tetapi tidak punya modal untuk melakukannya.
“Saya kan perintis, pertama saya butuh modal agar bisa bertahan saat ini dan untuk ke depannya, dan mudah-mudahan pemasaran gula ini bisa meluas di daerah ini,” ujarnya.
Ia yakin, kalau modalnya banyak, maka semakin banyak pula produksi gula merah dan semakin banyak pula pohon kelapa sawit yang telah ditumbang untuk diambil air niranya.
Ia mengatakan, dia membutuhkan modal untuk membeli berbagai peralatan seperti menambah jumlah kuali untuk memasak air nira, pembelian tungku dan penambahan personel.
“Kalau ada modal, saya bisa menambah jumlah tenaga baik dari masyarakat setempat maupun dari Lampung untuk mengolah air nira kelapa sawit menjadi gula merah,” ujarnya.
Untuk sementara ini, ia mengatakan, dia belum bisa menerima permintaan dari sejumlah masyarakat petani yang memiliki bahan baku kelapa sawit yang sudah berumur 25 tahun untuk ditebang.
“Memang ada permintaan dari masyarakat petani yang ingin replanting tanaman kelapa sawit, tetapi kami belum siap baik modal untuk membeli peralatan dan tenaganya,” ujarnya.
Ia menyatakan, tidak sanggup mengerjakan sendiri pekerjaan tersebut, yakni menebang pohon kelapa sawit, mengupasnya hingga mengambil air nira dan mengolahkan hingga menjadi gula merah.
Untuk itu, ia membutuhkan lebih banyak peralatan, lebih banyak tenaga untuk mengerjakannya.
Gelar Pelatihan
Kepala Desa Sari Makmur, tempat petani ini menetapkan sudah ada wacana mengadakan pelatihan pelatihan tentang cara pembuatan gula merah dari air nira kelapa sawit ini.
“Kata pak kades ada kegiatan pelatihan cara pembuatan gula merah dari kelapa sawit di Mukomuko. Wacana katanya sarananya disiapkan oleh pihak pemerintahan, selanjutnya kami yang melatih peserta pelatihan cara membuat gula merah dari kelapa sawit,” ujarnya.
Ia mengatakan, dia saat ini masih menunggu petunjuk lebih lanjut dari pemerintah setempat untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat tentang cara membuat gula merah dari kelapa sawit.
Ia menyatakan, dirinya akan melatih tidak hanya teori saja tetapi bagaimana praktek dari awal sawit ditebang hingga pengambilan air nira kelapa sawit lalu dimasak menjadi gula merah.
Kembangkan Usaha
Pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kabupaten Mukomuko menyatakan akan mengembangkan gula merah atau aren yang diolah dari air nira yang berasal dari tanaman kelapa sawit.
“Alhamdulillah mulai berkembang. Ini ada yang mau komunikasi menanyakan apakah produksi gula aren sampai satu ton per bulan, kalau sampai sebanyak itu, ada peluang dipasarkan keluar daerah ini,” kata seorang pemilik UMKM dari Kabupaten Mukomuko Nawir.
Seorang pemilik UMKM di Kabupaten Mukomuko sebelumnya bekerja sama dengan seorang petani gula aren dari luar daerah ini untuk membuat gula aren dari air nira tanaman kelapa sawit.
Aktivitas pembuatan gula aren dari air nira kelapa sawit di wilayah Kecamatan Penarik, Kabupaten Mukomuko sudah berjalan selama dua minggu dan setiap hari produksi gula aren ini sebanyak 20 kilogram.
Pengrajin ini mendapatkan bahan baku air nira dari tanaman kelapa sawit milik warga yang melakukan replanting atau peremajaan karena tanaman sudah berumur di atas 25 tahun.
Ia mengatakan, pihaknya sudah memasarkan gula aren dari air nira tanaman kelapa sawit di daerah ini sejak dua pekan terakhir dan produk ini diterima oleh masyarakat di daerah ini.
“Kami telah menjual gula aren ini ke sejumlah pasar tradisional di daerah ini dengan harga sebesar Rp18.000 hingga Rp20.000 per kg, dan gula aren ini diterima oleh masyarakat,” ujarnya.
Terkait dengan perizinan usaha tersebut, ia mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan secara lisan aktivitas pembuatan gula aren dari air nira kelapa sawit kelapa Dinas Perindustrian, Perdagangan Koperasi Usaha Kecil Menengah.
Kemudian, katanya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan guna menanyakan biaya pemeriksaan gula aren dari air nira kelapa sawit agar gulan tersebut aman dikonsumsi masyarakat.
“Kami belum menanyakan biaya yang dibutuhkan untuk pemeriksaan laboratorium, kalau mahal belum ada modalnya, kami putar dulu untuk biaya laboratorium, karena kini kami mau merintis,” ujarnya.
Selanjutnya ia berharap, gula aren dari air nira kelapa sawit setidaknya bisa membuka lapangan kerja untuk masyarakat perani tidak ada kegiatan, dan pihaknya siap menjadi pengepul dan menerima gula aren buatan masyarakat.
Kontinuitas Usaha
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Mukomuko menilai usaha ini special dan khusus, tetapi kontinuitas usahanya tidak bisa dijamin.
“Kami menganggap kontinuitas usahanya tidak bisa dijamin karena hubungannya dengan tanaman kelapa sawit yang sudah berumur 25 tahun yang ditebang, kalau tidak ada sawit yang ditebang, maka tidak ada bahan bakunya lagi,” ujar Kepala Bidang Industri, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Dinas Peridustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Mukomuko Hafni Diana.
Menurutnya, berbeda dengan usaha pembuatan gula merah dari pohon kelapa atau pohon aren yang hidup, kontinuitas usahanya berlanjut sampai tanaman yang menghasilkan air nira mati.
Ia mengatakan, pihaknya baru menerima laporan lisan dari salah satu penjual gula merah dari tanaman kelapa sawit, belum ada laporan tertulis terkait dengan aktivitas usahanya tersebut.
Terkait dengan perizinan produk tersebut, katanya, sama dengan izin makanan dan pangan yakni izin pangan industri rumah tangga (PIRT) yang diterbitkan oleh Dinas Pertanian.
Ia menyebutkan, Kabupaten Mukomuko ini selain memiliki produk gula merah dari tanaman kelapa sawit, daerah ini sudah lama memiliki produk gula merah dari pohon kelapa.
Ia menyebutkan, sampai sekarang sebanyak tujuh keluarga di satuan pemukiman (SP) tujuh di daerah ini yang rutin setiap hari melakukan aktivitas pembuatan gula merah dari pohon kelapa.
Setiap hari, katanya, sebanyak 25 tungku yang memasak air nira dari pohon kelapa dengan jumlah produksinya setiap tungku menghasilkan sebanyak 10 kilogram gula merah.
Ia menyatakan, tugas instansinya selama ini rutin membina para masyarakat petani yang membuat gula merah dari pohon kelapa agar mereka tidak menggunakan bahan pengawet berbahaya.
“Saat ini kami belum memberikan pembinaan kepada petani yang membuat gula merah dari kelapa sawit karena usahanya tersebut masih baru, selain itu kami juga belum memiliki operasional petugas yang membina petani,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menyatakan, pihaknya tetap mendukung usaha pembuatan gula merah dari tanaman kelapa sawit agar masyarakat mempunyai berbagai pilihan gula merah selain dari pohon kelapa dan aren.