Bersinergi menjaga lahan gambut di Desa Kalibandung
Kamis, 30 September 2021 11:25 WIB
Pontianak (ANTARA) - Deru motor terdengar di siang hari yang panas kala itu. Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kalibandung Usman bersama Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kalibandung Hayat memacu kendaraan bermotor di jalan setapak di lahan gambut yang membentang di Desa Kalibandung, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Mereka baru saja pulang dari tempat penanaman bibit untuk hutan lindung. Di tempat itu Usman bersama Hayat dan sejumlah warga desa lainnya melakukan pembibitan sejumlah pohon seperti gelam, mahang rembulan, pisang-pisang, nyato, grunggang serta lain sebagainya selama tujuh bulan, untuk selanjutnya ditanam di hutan lindung di desa tersebut.
“Kami sudah menanam sekitar enam ribu pohon di hutan lindung. Sudah berjalan setahun, dari Maret 2020,” ujar Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kalibandung Usman kepada Antara di Desa Kalibandung pada Minggu (25/7/2021).
Dari Maret 2020, LPHD Kalibandung mulai rutin melakukan sosialisasi untuk masyarakat setempat tentang pentingnya hutan lindung. selain itu LPHD Kalibandung juga melakukan workshop agar masyarakat bisa lebih memahami dengan baik tentang hutan lindung.
LPHD Kalibandung juga membentuk lima Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang terdiri dari petani setempat yang menanam jahe, nenas, kopi, pinang dan jagung. Hal tersebut dilakukan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus mencegah warga untuk melakukan eksploitasi hutan.
Berdasarkan Surat Ketetapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4.769 Tahun 2018, hutan desa Kalibandung terbentuk dengan luas total lebih dari 7.000 hektar, yang terdiri atas 3.000 hektar hutan lindung dan 4.000 hektar hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Sebanyak 1.300 hektar dari 7.000 hektar hutan desa itu merupakan bekas area konsesi perkebunan kelapa sawit PT Bina Lestari Khatulistiwa Sejahtera (BLKS) pada 20 tahun silam.
Hutan Desa Kalibandung yang termasuk dalam kawasan lanskap Kubu ini memiliki sejumlah varian ekosistem yang unik, dengan adanya mangrove seluas 57.011 hektar dan 456.750 hektar gambut. Sementara kawasan ekosistem sungai dan laut mencapai 101.606 hektar. Sehingga total luasnya mencapai 732.266 hektar.
Lahan gambut di Desa Kalibandung sangat rawan akan kebakaran lahan. Besarnya luas hutan desa dan minimnya peralatan membuat masyarakat desa harus berusaha keras melakukan pemadaman karhutla. Seperti kebakaran yang terjadi di atas lahan seluas 221 hektar pada Februari 2021 lalu.
Saat itu lembaga yang ada di desa seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) dan LPHD Kalibandung serta Bumdes berkolaborasi dalam upaya menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama sepekan. Selain lembaga desa, Yayasan Natural Kapita Indonesia (YNKI) turut berkontribusi melakukan pemadaman api dengan membawa sejumlah peralatan seperti mesin sedot air, selang dan alat lainnya.
“Kebakaran lahan pada Februari 2021 lalu terjadi cukup dekat dengan demplot. Saya antisipasi dengan menebas di sekitar tempat pembibitan ini, saya siram dengan air. Kebetulan waktu itu YNKI menyiapkan mesin pompa air, jadi bisa kami gunakan hingga api benar-benar padam,” ujar Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kalibandung Hayat.
Kebakaran lahan yang terjadi selama kurang lebih sebelas hari tersebut, tidak diketahui darimana sumber apinya. Hayat mengaku kurang paham, terlebih ada yang mengatakan api berasal dari Desa Permata Jaya dan sebagian dari Desa Kalibandung. Namun Hayat menyatakan bahwa Ia lebih fokus pada antisipasi karhutla, agar tidak merambat ke demplot pembibitan dan ladang pertanian milik masyarakat.
Banyak tantangan yang harus dihadapi LPHD Kalibandung terkait dalam hak pengelolaan hutan desa. Karena hutan desa ini terbagi menjadi dua zona, yaitu dengan total luasan 7.148 hektar. Di masing-masing zona tersebut, ada 3.108 hektar hutan lindung dan empat ribu hektar lebih Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Di dalam tiap zona terdapat potensi ancaman yang berkaitan dengan kendala yang dihadapi LPHD Kalibandung. Terutama di dalam hutan HPK bekas perkebunan sawit yang dikelola masyarakat.
Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi LPHD Kalibandung. Dimana lahan tersebut bekas perkebunan sawit yang rawan akan karhutla. Sementara di dalam hutan lindung itu sendiri, terdapat ancaman pembalakan liar atau illegal logging. Padahal di dalam kawasan hutan lindung tersebut terdapat banyak sekali keanekaragaman hayati. Seperti tanaman kantung semar, orangutan dan beruang.
Tidak adanya akses infrastruktur juga membuat LPHD Kalibandung sulit melakukan patroli untuk menghentikan illegal logging. Terlebih ditengarai bahwa sebagian besar pelaku illegal logging adalah masyarakat di luar Desa Kalibandung.
Kepala Desa Kalibandung, Sangaji menyatakan bahwa 60 persen dari total luas desa sekitar 12 ribu hektar tersebut adalah lahan gambut yang mudah terbakar, terutama pada musim kemarau. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya lahan yang telah teregradasi.
Sementara itu Kepala Seksi Perencanaan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kubu Raya, Evy Sahman menyebutkan bahwa terdapat 523.174 hektar lahan gambut di Kabupaten Kubu Raya atau 60 persen dari wilayah administratif kabupaten tersebut. Sementara gambut itu merupakan lahan penghidupan masyarakat, sekaligus tempat bermukim.
Evy Sahman menyebutkan bahwa KPH Kubu Raya memiliki program perlindungan gambut, yaitu antara lain berupa pengadaan mesin suling cuka kayu untuk pengelolaan lahan tanpa bakar, pengadaan alat-alat ekonomi produktif untuk dihibahkan dengan masyarakat, penyemaian bibit kopi liberika, pengadaan mesin suling sereh wangi dan pembagian bibit tanaman yang cocok untuk lahan gambut.
Selain itu KPH Kubu Raya juga melakukan rehabilitasi di luar dan di dalam kawasan dengan bibit yang berasal dari persemaian dengan jenis jenis yang disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Kepala Bappeda Kabupaten Kubu Raya, Amini Maros menyatakan bahwa pihaknya mempersilahkan masyarakat untuk mengelola lahan gambut, sekaligus menjaga ekosistem dan kelestarian lingkungan yang ada di tempat tersebut.
“Kita membuat pelatihan untuk pertanian tanpa bakar. Inilah ekonomi berjalan, ekosistem dan lingkungan tidak tercemar. Itulah yang selalu kita jaga keseimbangannya, seperti yang sudah dicontokan di Desa Kalibandung.” ujar Amini Maros.
Amini Maros menyebutkan bahwa masyarakat Desa Kalibandung sudah memiliki kesadaran sendiri untuk menjaga lingkungan. Ditambah dengan dukungan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang melakukan pendampingan dan pembinaan kepada warga setempat.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya yang mengusung ‘Kepong Bakul’ tersebut mengajak semua pihak dari pemerintah, sektor swasta, masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat untuk saling bersinergi dalam menjaga lahan gambut di daerah tersebut.
Direktur Yayasan Natural Kapital Indoesia, Haryono menyatakan bahwa pengelolaan lahan gambut di Kubu Raya sudah tidak dapat dilakukan dengan cara yang biasa. Pengelolaan lanskap berkelanjutan yang dimaksud adalah pengelolaan yang memiliki kesamaan visi dan bersifat co-management.
Setidaknya ada empat sektor yang harus dituju dalam pengelolaan berbasis lanskap berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, dukungan pengetahuan serta mitigasi perubahan iklim.
Project Leader WWF Indonesia Sintang-Melawi, Anas Nashurullah menyebutkan bahwa keanekaragaman hayati di Lanskap Kubu membutuhkan perhatian lebih bagi segenap elemen terkait seperti pemerintah, perusahaan dan masyarakat.
Mereka baru saja pulang dari tempat penanaman bibit untuk hutan lindung. Di tempat itu Usman bersama Hayat dan sejumlah warga desa lainnya melakukan pembibitan sejumlah pohon seperti gelam, mahang rembulan, pisang-pisang, nyato, grunggang serta lain sebagainya selama tujuh bulan, untuk selanjutnya ditanam di hutan lindung di desa tersebut.
“Kami sudah menanam sekitar enam ribu pohon di hutan lindung. Sudah berjalan setahun, dari Maret 2020,” ujar Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kalibandung Usman kepada Antara di Desa Kalibandung pada Minggu (25/7/2021).
Dari Maret 2020, LPHD Kalibandung mulai rutin melakukan sosialisasi untuk masyarakat setempat tentang pentingnya hutan lindung. selain itu LPHD Kalibandung juga melakukan workshop agar masyarakat bisa lebih memahami dengan baik tentang hutan lindung.
LPHD Kalibandung juga membentuk lima Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang terdiri dari petani setempat yang menanam jahe, nenas, kopi, pinang dan jagung. Hal tersebut dilakukan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat sekaligus mencegah warga untuk melakukan eksploitasi hutan.
Berdasarkan Surat Ketetapan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4.769 Tahun 2018, hutan desa Kalibandung terbentuk dengan luas total lebih dari 7.000 hektar, yang terdiri atas 3.000 hektar hutan lindung dan 4.000 hektar hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). Sebanyak 1.300 hektar dari 7.000 hektar hutan desa itu merupakan bekas area konsesi perkebunan kelapa sawit PT Bina Lestari Khatulistiwa Sejahtera (BLKS) pada 20 tahun silam.
Hutan Desa Kalibandung yang termasuk dalam kawasan lanskap Kubu ini memiliki sejumlah varian ekosistem yang unik, dengan adanya mangrove seluas 57.011 hektar dan 456.750 hektar gambut. Sementara kawasan ekosistem sungai dan laut mencapai 101.606 hektar. Sehingga total luasnya mencapai 732.266 hektar.
Lahan gambut di Desa Kalibandung sangat rawan akan kebakaran lahan. Besarnya luas hutan desa dan minimnya peralatan membuat masyarakat desa harus berusaha keras melakukan pemadaman karhutla. Seperti kebakaran yang terjadi di atas lahan seluas 221 hektar pada Februari 2021 lalu.
Saat itu lembaga yang ada di desa seperti Masyarakat Peduli Api (MPA) dan LPHD Kalibandung serta Bumdes berkolaborasi dalam upaya menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang terjadi selama sepekan. Selain lembaga desa, Yayasan Natural Kapita Indonesia (YNKI) turut berkontribusi melakukan pemadaman api dengan membawa sejumlah peralatan seperti mesin sedot air, selang dan alat lainnya.
“Kebakaran lahan pada Februari 2021 lalu terjadi cukup dekat dengan demplot. Saya antisipasi dengan menebas di sekitar tempat pembibitan ini, saya siram dengan air. Kebetulan waktu itu YNKI menyiapkan mesin pompa air, jadi bisa kami gunakan hingga api benar-benar padam,” ujar Ketua Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Kalibandung Hayat.
Kebakaran lahan yang terjadi selama kurang lebih sebelas hari tersebut, tidak diketahui darimana sumber apinya. Hayat mengaku kurang paham, terlebih ada yang mengatakan api berasal dari Desa Permata Jaya dan sebagian dari Desa Kalibandung. Namun Hayat menyatakan bahwa Ia lebih fokus pada antisipasi karhutla, agar tidak merambat ke demplot pembibitan dan ladang pertanian milik masyarakat.
Banyak tantangan yang harus dihadapi LPHD Kalibandung terkait dalam hak pengelolaan hutan desa. Karena hutan desa ini terbagi menjadi dua zona, yaitu dengan total luasan 7.148 hektar. Di masing-masing zona tersebut, ada 3.108 hektar hutan lindung dan empat ribu hektar lebih Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK). Di dalam tiap zona terdapat potensi ancaman yang berkaitan dengan kendala yang dihadapi LPHD Kalibandung. Terutama di dalam hutan HPK bekas perkebunan sawit yang dikelola masyarakat.
Kebakaran hutan dan lahan menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi LPHD Kalibandung. Dimana lahan tersebut bekas perkebunan sawit yang rawan akan karhutla. Sementara di dalam hutan lindung itu sendiri, terdapat ancaman pembalakan liar atau illegal logging. Padahal di dalam kawasan hutan lindung tersebut terdapat banyak sekali keanekaragaman hayati. Seperti tanaman kantung semar, orangutan dan beruang.
Tidak adanya akses infrastruktur juga membuat LPHD Kalibandung sulit melakukan patroli untuk menghentikan illegal logging. Terlebih ditengarai bahwa sebagian besar pelaku illegal logging adalah masyarakat di luar Desa Kalibandung.
Kepala Desa Kalibandung, Sangaji menyatakan bahwa 60 persen dari total luas desa sekitar 12 ribu hektar tersebut adalah lahan gambut yang mudah terbakar, terutama pada musim kemarau. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan adanya lahan yang telah teregradasi.
Sementara itu Kepala Seksi Perencanaan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Kubu Raya, Evy Sahman menyebutkan bahwa terdapat 523.174 hektar lahan gambut di Kabupaten Kubu Raya atau 60 persen dari wilayah administratif kabupaten tersebut. Sementara gambut itu merupakan lahan penghidupan masyarakat, sekaligus tempat bermukim.
Evy Sahman menyebutkan bahwa KPH Kubu Raya memiliki program perlindungan gambut, yaitu antara lain berupa pengadaan mesin suling cuka kayu untuk pengelolaan lahan tanpa bakar, pengadaan alat-alat ekonomi produktif untuk dihibahkan dengan masyarakat, penyemaian bibit kopi liberika, pengadaan mesin suling sereh wangi dan pembagian bibit tanaman yang cocok untuk lahan gambut.
Selain itu KPH Kubu Raya juga melakukan rehabilitasi di luar dan di dalam kawasan dengan bibit yang berasal dari persemaian dengan jenis jenis yang disesuaikan dengan kondisi wilayah.
Kepala Bappeda Kabupaten Kubu Raya, Amini Maros menyatakan bahwa pihaknya mempersilahkan masyarakat untuk mengelola lahan gambut, sekaligus menjaga ekosistem dan kelestarian lingkungan yang ada di tempat tersebut.
“Kita membuat pelatihan untuk pertanian tanpa bakar. Inilah ekonomi berjalan, ekosistem dan lingkungan tidak tercemar. Itulah yang selalu kita jaga keseimbangannya, seperti yang sudah dicontokan di Desa Kalibandung.” ujar Amini Maros.
Amini Maros menyebutkan bahwa masyarakat Desa Kalibandung sudah memiliki kesadaran sendiri untuk menjaga lingkungan. Ditambah dengan dukungan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang melakukan pendampingan dan pembinaan kepada warga setempat.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya yang mengusung ‘Kepong Bakul’ tersebut mengajak semua pihak dari pemerintah, sektor swasta, masyarakat serta lembaga swadaya masyarakat untuk saling bersinergi dalam menjaga lahan gambut di daerah tersebut.
Direktur Yayasan Natural Kapital Indoesia, Haryono menyatakan bahwa pengelolaan lahan gambut di Kubu Raya sudah tidak dapat dilakukan dengan cara yang biasa. Pengelolaan lanskap berkelanjutan yang dimaksud adalah pengelolaan yang memiliki kesamaan visi dan bersifat co-management.
Setidaknya ada empat sektor yang harus dituju dalam pengelolaan berbasis lanskap berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati, pembangunan berkelanjutan, dukungan pengetahuan serta mitigasi perubahan iklim.
Project Leader WWF Indonesia Sintang-Melawi, Anas Nashurullah menyebutkan bahwa keanekaragaman hayati di Lanskap Kubu membutuhkan perhatian lebih bagi segenap elemen terkait seperti pemerintah, perusahaan dan masyarakat.