Pontianak (ANTARA) - Sekda Kalimantan Barat Harisson mengatakan, pencegahan konflik sosial di Kalimantan Barat diharapkan dapat dilakukan oleh semua pihak, sehingga bisa bersama-sama mencegah dan memitigasi terjadinya konflik yang kemungkinan bisa sewaktu-waktu muncul.
"Melalui penyusunan Rencana Aksi Penanganan Konflik Sosial yang dirumuskan oleh Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial di Tingkat Provinsi dan Seluruh Kab/Kota di Kalimantan Barat berguna untuk mendorong terciptanya kondisi sosial, hukum, dan keamanan, dalam negeri, yang kondusif dalam mendukung kelancaran pembangunan nasional," kata Harisson di Pontianak, Jumat.
Terkait rencana aksi tersebut, Harisson menyambut baik dilaksanakannya Rapat Koordinasi Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota Provinsi se-Kalimantan Barat Tahun 2022, yang dihadiri para peserta dari unsur Perangkat Daerah Provinsi dan kabupaten/kota yang tergabung dalam Tim Terpadu dan Tim Sekretariat Penanganan Konflik Sosial, pejabat struktural, dan Analis Kebijakan di lingkup Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Barat.
"Semoga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dalam meningkatkan koordinasi dan sinergi, serta dapat memperoleh bahan masukan dalam perumusan rencana aksi penanganan konflik sosial demi terciptanya stabilitas dan keamanan yang semakin kondusif di Provinsi Kalimantan Barat," katanya.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Kalimantan Barat Hermanus menyatakan sebagaimana yang diamanatkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Koordinasi Penanganan Konflik Sosial yang bertujuan meningkatkan efektifitas penanganan gangguan keamanan secara terpadu sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
"Berbagai upaya penanganan konflik terus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk membentuk kerangka regulasi baru dengan mengacu pada strategi penanganan konflik yang dikembangkan oleh pemerintah dan mencakup 3 strategi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan," kata Hermanus.
Dia menjelaskan, kerangka regulasi dalam upaya pencegahan konflik, seperti regulasi mengenai kebijakan dan strategi pembangunan yang sensitif terhadap konflik dan upaya pencegahan konflik, kerangka regulasi bagi kegiatan penanganan konflik yang meliputi upaya pemberhentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia maupun harta benda dan kerangka regulasi bagi penanganan pasca konflik.
"Yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa/proses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi dan rehabilitasi," tuturnya.
Dia menambahkan, Rakor ini diselenggarakan sebagai upaya menyamakan persepsi dan pandangan guna meningkatkan peran dan sinergi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas berdasarkan peran dan fungsi yang menjadi kewenangan. "Sehingga menciptakan kehidupan masyarakat yang aman, tentram, damai, sejahtera, serta dapat memelihara kondisi damai dan harmonis dalam hubungan sosial kemasyarakatan," katanya.