Pontianak (ANTARA) - Sekda Kalimantan Barat Harisson mengatakan Kalbar masih dihadapkan beberapa persoalan untuk memaksimalkan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, di antaranya adalah pengamanan hutan dari aktivitas ilegal dan kejadian kebakaran hutan dan lahan.
"Dalam konteks pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan, Pemprov Kalbar masih dihadapkan pada beberapa persoalan yang menjadi isu strategis dan memerlukan perhatian serius yaitu Perubahan iklim makro sebagai akibat dari degradasi dan deforestasi sumber daya hutan yang masih mengkhawatirkan, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor kehutanan yang cenderung menurun setiap tahun, Perlindungan dan pengamanan hutan dari aktivitas ilegal dan kejadian kebakaran hutan dan lahan yang masih berlangsung," kata Harisson usai menghadiri Rakor Penggunaan dan Pengelolaan Kegiatan Sumber Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan khususnya Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi (DBH - DR) Tahun 2023 serta Rekonsiliasi Mandiri Sisa DBH DR Prov Kalbar Tahun 2022 di Pontianak, Rabu.
Tidak hanya itu, kata Harison, kendala lain yang dihadapi yakni belum maksimalnya peningkatan melalui pemberian akses legal dalam pemanfaatan kawasan hutan, eksistensi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang terus menurun, Penggunaan hutan untuk keperluan pembangunan di luar sektor kehutanan yang masih tinggi, hingga Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang terus terjadi.
"Permasalahan yang muncul juga terkait kelembagaan dan penataan regulasi terkait lingkungan hidup. Masalah lain dalam penguatan dan efektifitas kelembagaan pengelolaan hutan sampai ke tingkat tapak yang belum optimal, regulasi di bidang lingkungan hidup dan kehutanan pasca ditetapkannya Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang belum terimplementasi dengan baik hingga Program dan kegiatan dalam Rencana Kerja Folu Net Sink 2030 Sub Nasional Kalimantan Barat yang memerlukan kerjasama berbagai pihak," tuturnya.
Pada kesempatan itu dia menyampaikan bahwa Kalbar merupakan Provinsi terluas ke empat di Indonesia dengan luas wilayah ± 14,68 juta hektar atau 7,53 persen dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas pulau Jawa. Jika dilihat dari luas dan status kawasan hutannya, maka Provinsi Kalbar mempunyai kawasan hutan seluas ± 8,39 juta hektar atau sekitar 57,62 persen dan Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 6,21 juta hektar atau 42,53 persen.
"Dari kondisi dan potensi ini sangat dimungkinkan diperolehnya manfaat sumber daya hutan yang mencakup fungsi ekonomi, ekologi dan sosial secara maksimal. Namun di sisi lain bukan hal yang mudah untuk menjaga hutan dengan luasan yang cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat dengan berbagai dinamika kepentingan yang ada," katanya.
Untuk mewujudkan hal tersebut dirinya menjelaskan dibutuhkan energi yang besar serta dukungan sumber daya manusia, sarana prasarana, dan anggaran pembangunan daerah yang jumlahnya tidak sedikit.
Menyadari akan keterbatasan sumber-sumber penganggaran pembangunan daerah, maka skema intervensi Pemerintah Pusat melalui penyaluran DBH antara lain berupa Dana Reboisasi SDA kehutanan sangat diharapkan dan bisa dimaksimalkan dalam penggunaannya.
Seperti diketahui bersama sebagaimana dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 216/PMK.07/2021 bahwa penggunaan DBH-DR dan Sisa DBH- DR Provinsi untuk membiayai kegiatan dengan mengutamakan pelibatan masyarakat guna mendukung pemulihan perekonomian di Daerah melalui mekanisme padat karya, bantuan sarana produksi, dan/atau bantuan bibit.
"Dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan tersebut telah mengatur perluasan penggunaan DBH-DR tidak hanya untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan sebagai fokus kegiatan utama, tetapi juga untuk mendukung kegiatan lain seperti pemberdayaan masyarakat operasionalisasi dan perhutanan sosial, Kesatuan Pengelolaan Hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, perlindungan dan pengamanan hutan, pengembangan perbenihan tanaman hutan, penyuluhan kehutanan dan kegiatan strategis lainnya," kata Harisson.
Oleh karenanya, dirinya berharap kepada DLHK Kalbar dan UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan sebagai pengelola DBH-DR di Kalbar agar dapat mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki sehingga tujuan dan manfaat penggunaan DBH-DR dapat lebih optimal dengan tetap mempedomani ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Sejak diberlakukan otonomi daerah, Pemprov Kalbar telah menerima transfer DBH-DR dari Pemerintah Pusat dan tercatat sejak tahun 2017 sampai dengan triwulan I tahun 2023 sebesar Rp144,15 milyar.
Dari jumlah tersebut telah digunakan untuk membiayai pembangunan kehutanan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebesar Rp114 miliar antara lain untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, pemberdayaan masyarakat, perhutanan sosial, operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan serta monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Sebagian besar pengalokasian DBH-DR diarahkan untuk mendukung pengelolaan hutan di tingkat tapak melalui 17 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Kalbar.
"Dengan melihat tren yang ada, terdapat kecenderungan penurunan alokasi transfer DBH-DR dari Pemerintah Pusat dalam setiap tahunnya seiring dengan menurunnya perolehan jumlah produksi kayu bulat dari Kalimantan Barat. Untuk itu besar harapan Agar adanya optimalisasi dari silpa DBH-DR yang belum digunakan serta upaya nyata untuk peningkatan produksi hasil hutan Kalimantan Barat di masa mendatang," tuturnya.
Akselerasi pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan secara integral diharapkan dapat berkontribusi positif terhadap peningkatan Indek Pembangunan Manusia (IPM) di Prov Kalbar, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antar wilayah, meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat serta melestarikan hutan dan lingkungan hidup sebagai penyangga sistem kehidupan.
Harisson sampaikan sejumlah kendala pembangunan lingkungan hidup
Rabu, 10 Mei 2023 16:55 WIB