PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta memetakan kebutuhan listrik setelah pandemi COVID-19 yang sempat memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Tengah dan DIY Soffin Hadi pada diskusi Tren Industri Membaca Arah Ekonomi Lewat Catatan Konsumsi Listrik di Griya Solopos Solo, Jawa Tengah, Sabtu, mengatakan PLN selalu berupaya melihat, menganalisis, hingga melaporkan kepada holding terkait kondisi yang terjadi di Jawa Tengah dan DIY.
"Baik itu untuk masa depan atau enam bulan ke depan agar sejalan antara pelaku usaha dengan kami sebagai penyedia kelistrikan," katanya.
Dengan demikian, dikatakannya, ada upaya saling dukung dan sinergi antara pelaku usaha dengan PLN sehingga memberikan dampak positif bagi perekonomian di Indonesia.
Dalam hal perencanaan penyediaan pembangkit, dikatakannya, PLN sudah memprediksi pertumbuhan yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi.
"Caranya pertumbuhan ekonomi tahun lalu ditambah 1,5 kali pertumbuhan kelistrikan. Jadi kalau misalnya pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka listrik ini harus disediakan 1,5 kalinya. Di sisi lain, penyediaan pembangkit butuh delapan tahun," katanya.
Dalam hal perencanaan penyediaan pembangkit, dikatakannya, PLN sudah memprediksi pertumbuhan yang berkaitan langsung dengan pertumbuhan ekonomi.
"Caranya pertumbuhan ekonomi tahun lalu ditambah 1,5 kali pertumbuhan kelistrikan. Jadi kalau misalnya pertumbuhan ekonomi 5 persen, maka listrik ini harus disediakan 1,5 kalinya. Di sisi lain, penyediaan pembangkit butuh delapan tahun," katanya.
Khusus di Jawa Tengah, pihaknya melayani sebanyak 13 juta pelanggan. Dari total tersebut, 11,9 juta di antaranya merupakan pelanggan rumah tangga, selebihnya dari industri dan bisnis.
"Untuk pelanggan dari rumah tangga ini hampir 90 persen dan menyumbang sebanyak 49 persen dari total penjualan," katanya.
Sedangkan dari sisi bisnis dan industri, terjadi pertumbuhan yang berbeda. Ia mengatakan sektor bisnis sudah mulai bangkit usai pandemi COVID-19, hal ini berbeda dengan kondisi industri.
"Industri agak babak belur. Setelah COVID-19 disambung konflik Ukraina dan Rusia, pertumbuhan jadi tidak menggembirakan. Industri yang terkena dampak langsung adalah industri tekstil, ada yang kekurangan bahan baku, ada yang permintaannya turun," katanya.
Terkait hal itu, melalui FGD tersebut pihaknya berharap ada kontribusi dari sejumlah pihak sehingga bisa menjadi catatan bagi pengambil keputusan.
Pada kesempatan yang sama, Komisaris PT PLN Eko Sulistyo mengatakan bicara soal konsumsi industri, maka listrik selalu menjadi instrumen penilaian untuk mengetahui arah pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Dalam hal kecenderungan kita bisa memetakan dari aspek tersebut. Indonesia habis dihantam pandemi COVID-19, tentu konsumsi yang meliputi pakaian, sandang belum recovery kembali. Orang masih memikirkan hal mendasar," katanya.
Meski demikian, dikatakannya, pangsa pasar bukan hanya dalam negeri tetapi juga ekspor. Terkait dengan hambatannya, dikatakannya, ada berbagai faktor kemungkinan.
"Mungkin pembatasan alur logistik, termasuk negara-negara di Eropa yang terkena dampak ekonomi atas perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia sehingga mereka mengesampingkan konsumsi pakaian dan diutamakan hal-hal yang fundamental," katanya.