Pontianak (ANTARA) - Sekretaris Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat, Endang Kusumayanti menyebutkan pengembangan budidaya tanaman sorgum dengan dana APBN 2023 di Kalbar mencapai 300 hektare (ha) dan saat ini tahap penyampaian Calon Petani dan Calon Lokasi (CPCL).
"Pada 2023 alokasi untuk budidaya sorgum dari APBN seluas 300 ha. Saat ini masih tahap penyampaian CPCL. Yang sudah masuk dari Bengkayang seluas 150 ha," ujar Endang Kusmayanti di Pontianak, Selasa.
Ia mengatakan potensi pengembangan sorgum di Kalbar sangat besar terutama dari ketersediaan lahan kering berupa tegalan.
Kalbar memiliki potensi tegalan untuk pengembangan pangan seluas 693.997 ha dan hingga saat ini baru dimanfaatkan seluas 126.753 ha atau 18,26 persen dengan tanaman aneka kacang dan umbi.
"Sementara pada 2023 untuk pertanaman sorgum secara swadaya baru seluas 1,5 ha di Desa Sungai Bakau Kecil, Kabupaten Mempawah dimana kondisi pertanaman sudah berusia 3 bulan 1 minggu.
Produktivitas sorgum di Kalbar masih rendah pada 2022 untuk luas 0,4 ha menghasilkan produksi sebesar 1 ton yang merupakan pertanaman swadaya petani.
Untuk tantangan budidaya sorgum di Kalbar seperti petani belum banyak yang mau melakukan budidaya karena pengetahuan petani tentang bagaimana budidaya sorgum masih kurang. Kemudian ketersediaan benih sebar masih minim karena belum adanya penangkar benih sorgum di Kalbar.
"Kalau benih didatangkan dari luar membutuhkan ongkos kirim yang cukup mahal, kepastian pemasaran, dan cara pengolahan produk sorgum yang belum dikenal," jelasnya.
Untuk pemanfaatan sorgum di Kalbar sejauh ini sebagian besar diolah dalam bentuk tepung untuk membuat kue, ada juga dalam bentuk beras sorgum, tapai dan lainnya.
Ia berharap dengan pengembangan yang ada, tanaman sorgum lebih dikenal dan akrab dengan petani dan masyarakat Kalbar. Oleh sebab itu diperlukan sosialisasi baik dari aspek manfaat, budidaya dan pengolahannya.
"Langkah pengembangan ke depan adalah diperlukan pelatihan budidaya dan pengolahan hasil, bantuan peralatan pengolahan, akses pemasaran karena pada dasarnya jika ada pasar pasti akan ada budidaya. Pendampingan pemerintah provinsi untuk pengembangan sorgum dalam bentuk pemantauan karena biaya operasional tidak melekat di provinsi," ucap dia.